Kamis, 28 November 2013

Amalan Sunnah Sebelum Shalat Jumat


Telah menjadi rutin masyarakat Melayu Islam mengamalkan surah Yassin pada malam Jumaat tetapi masih ramai yang tidak mengetahui bahawa surah Al-Kahfi mempunyai banyak maanfaat/fadhilat yang sangat baik dikhususkan utk bacaan pada Hari Jumaat (bermula lepas Maghrib hari Khamis sehingga ke Solat Jumaat).Bagi umat islam, hari jum'at adalah hari istimewa. Kenapa? karena pada hari tersebut banyak keutamaan dan kemuliaan bila dibandingkan dengan hari yang lain. Apalagi pada hari jum'at itu, umat islam (laki-laki) diwajibkan menunaikan shalat Jum'at. Tak berlebihan, jika pada hari itu ada beberapa amalan sunnah yang dapat dikerjakan sebelum shalat Jum'at, dan hal itu tak bisa dilakukan pada hari-hari yang lain. Berikut ini beberapa amalan sunnah yang bisa dikerjakan sebelum shalat Jum'at :
  1. Mandi. Mandi pada hari jum'at sangat disunnahkan. Hal ini didasarkan pada hadist Nabi, "Mandi pada hari Jum'at adalah wajib bagi setiap orang yang baligh." (HR. Bukhari Muslim). Kata wajib dalam hadist tersebut artinya sunnah mu'akad, sunnah yang memang sangat dianjurkan. Karenanya kata "Wajib" dalam hadist tersebut adalah penekanan. Itu menurut jumhur ulama yang mensunnahkan. Ada pula sebagian ulama yang menafsirkan kata wajib secara zhahir, artinya bahwa mandi shalat jum'at memang benar-benar diwajibkan. Wallahu'alam. Semua terpulang pada keyakinan dan pilihan anda untuk menentukan yang sekiranya tidak menyulitkan dalam beribadah. Adapun waktu      yang tepat untuk mandi adalah sebelum berangkat shalat jum'at. Dan tata cara mandi jum'at seperti halnya mandi janabah (mandi hadast besar). "Barang siapa mandi jum'at seperti mandi janabah". (HR. Bukhari dan Muslim).
  2. Memotong kuku dan Kumis. Sebelum berangkat sholat Jum'at, setiap orang muslim juga disunnahkan      memotong kuku dan kumis terlebih dahulu. Sebab dalam sebuah hadist diterangkan, "Rasulullah SAW memotong kuku dan menggunting kumisnya pada hari jum'at sebelum beliau pergi shalat" (HR. Baihaqi dan Thabrani).
  3. Menggunakan Pakaian Terbaik dan Minyak Wangi. Setelah mandi, disunnahkan menggunakan parfum (mminyak wangi). Hal ini didasarkan pada hadist Rasul, "Setiap orang muslim wajib mandi pada hari jum'at, mengenakan pakaian terbaik yang dimilikinya dan jika mempunyai parfum, maka dia menggunakannya." (HR. Ahmad). 4. Memakai wangi-wangian.
  4. “Siapa yang mandi pada hari jum’at dan memakai pakaian terbaik yang dimiliki, memakai harum-haruman jika ada, kemudian pergi jum’at dan di sana tidak melangkahi bahu manusia lalu ia mengerjakan sholat sunnah, kemudia ketika imam datang ia diam sampai selesai sholat jum’at maka perbuatannya itu akan menghapuskan dosanya antara jum’at itu dan jum’at sebelumnya.” (HR. Ibnu Hibban dan Al-Hakim).“Adalah Rasulullah SAW memotong kuku dan mencukur kumis pada hari jum’at sebelum beliau pergi sholat jum’at. (HR. Al-Baihaqi dan At-Thabrani).   
  1. Berdoa ketika keluar rumah.
“Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallammenyebutkan tentang hari Jumat kemudian beliau bersabda: ‘Di dalamnya terdapat waktu. Jika seorang muslim berdoa ketika itu, pasti diberikan apa yang ia minta’. Lalu beliau mengisyaratkan dengan tangannya tentang sebentarnya waktu tersebut” (HR. Bukhari 935, Muslim 852 dari sahabat Abu Hurairah Radhiallahu’anhu)
  1. Segera Berangkat ke Masjid. Setelah itu disunnahkan untuk segera berangkat ke masjid. Anas bin Malik berkata "Kami berpagi-pagi menuju shalat Jum'at dan tidur siang setelah shalat Jum'at." (HR. Bukhari).
  2. Ketika masuk masjid melangkah dengan kaki kanan dan membaca doa
  3. Shalat Sunnah. Dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda, "Barang siapa mandi kemudian datang untuk shalat jum'at, lalu dia shalat semampunya dan dia diam mendengarkan khutbah hingga selesai, kemudian shalat bersama imam, maka akan diampuni dosanya mulai jum'at ini sampai jum'at berikutnya ditambah tiga hari." (HR. Muslim)
  4. Tidak Duduk Memeluk Lutut. "Sahl bin Mu'ad bin Anas mengatakan bahwa Rasulullah melarang al-habwah (duduk sambil memegang lutut) pada saat shalat jum'at ketika imam sedang berkhutbah." (Hadist Hasan. HR. Abu Daud, Tirmidzi).
  5. I’tikaf sambil membaca Al-Qur’an, berdzikir darau bersholawat jika khatib belum naik ke mimbar. Jika khatib sudah naik ke mimbar maka hendaklah menghentikan dzikir atau bacaan Al-Qur’an untuk mendengarkan khutbah.Setelah shalat jum’at selesai dikerjakan disunnahkan berdzikir dan mengerjakan sholat sunnah ba’diyah jum’at baik di masjid atau pun di rumah.
Adalah Nabi SAW mengerjakan shalat sesudah shalat jum’at dua rakaat di rumahnya.” (HR. Al-Bukhori dan Muslim dari Abu Hurairah). [Masjid Agung Karimun]


Jumat, 22 November 2013

Rio Pranata: Fakta Penggunaan Kata dalam al-Qur’an

Rio Pranata: Fakta Penggunaan Kata dalam al-Qur’an: T idak   ada suatu bacaan (kitab suci) yang dibaca oleh ratusan juta orang, yang faham maksudnya maupun tidak, serta bacaan yang dihafal ...

Fakta Penggunaan Kata dalam al-Qur’an

Tidak ada suatu bacaan (kitab suci) yang dibaca oleh ratusan juta orang, yang faham maksudnya maupun tidak, serta bacaan yang dihafal oleh orang dewasa, remaja dan anak-anak, huruf demi huruf, dari awal sampai akhir kecuali al-Qur’an.
1)      Tidak ada suatu bacaan yang dibahas dengan menggunakan pelbagai disiplin ilmu, serta bacaan yang terpadu dalam keindahan bahasa, ketelitian dan keseimbangannya, terpadu kedalaman makna, kekayaan dan kebenarannya, serta kemudahan dalam memahaminya serta kehebatan kesan dan pesan yang ditimbulkannya kecuali al-Qur’an.
Juga tidak ada suatu bacaan yang dihitung, bukan hanya ayat-ayatnya akan tetapi huruf-hurufnya juga. Tidak ada suatu bacaan sebanyak kosakata al-Qur’an yang berjumlah 77.439 kata, dengan jumlah huruf 323.015, huruf yang seimbang dengan kata-katanya, baik antara kata dengan padanannya, maupun kata dengan lawan kata dan dampaknya kecuali al-Qur’an. ” (M.Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an, 2000, 3-5)
Al-Qur’an merupakan kitab suci yang terbukti tidak akan pernah lekang dimakan oleh zaman. Setelah diturunkan 1400-an tahun yang lalu, tidak satupun redaksinya berubah, semuanya sama persis seperti aslinya. Bahkan al-Qur’an yang beredar sekarang isinya pun sama seperti pembukuan al-Qur’an pada zaman khalifah Utsman bin Affan. Al-Qur’an adalah kitab yang penuh dengan keajaiban, termasuk informasi-informasi yang menakjubkan tentang ilmu pengetahuan.
Di antara banyak kemukjizatan al-Qur’an yang dapat menjadi bukti kebenarannya adalah aspek keindahan dan ketelitian redaksi-redaksinya. Di samping itu juga, keserasian jumlah kata-katanya yang dapat dijadikan sebagai keotentikan al-Qur’an. Jadi, segala usaha yang dilakukan oleh siapa saja yang hendak memalsukan al-Qur’an sangat mudah diketahui, ketika kata-katanya tidak menunjukkan keserasian sama sekali. Oleh karena itu, keserasian kata yang digunakan oleh al-Qur’an, memberikan suatu pelajaran yang sangat berharga bagi manusia bahwa hidup ini memerlukan keseimbangan.
Keserasian kata al-Qur’an dapat dilihat pada keseimbangan antara jumlah bilangan kata, jumlah kata yang menunjukkan akibat, menunjukkan sinonim dan antonimnya. Masing-masing kata mempunyai pasangannya tersendiri. Penentuan dan peletakan kata ditempatkan pada tempatnya yang tepat. Tidak bertentangan antara satu dengan yang lainnya.
Fakta  Menakjubkan Berikut ini penulis akan menjelaskan, bagaimana keserasian kata dan fakta yang menakjubkan dari al-Qur’an:
1)      Kata Malaikat terulang sama seperti kata Syaitan sebanyak 88 kali. begitu juga dengan kata yang menunjuk utusan Allah SWT, baik itu Rasul, atau Nabi, atau Basyir (pembawa berita gembira), maupun Nadzir (pemberi peringatan), keseluruhannya berjumlah 518 kali. Jumlah ini sama dengan jumlah penyebutan nama-nama nabi, rasul dan pembawa berita tersebut, yaitu sebanyak 518 kali.
2)      Kata al-hayah (kehidupan) terulang sama seperti kata antonimnya yaitu al-mawt (kematian), sebanyak 145 kali.
3)      Kata akhirat terulang sama seperti kata dunia sebanyak 115 kali.
4)      Kekufuran terulang sama seperti keimanan, sebanyak 25 kali.
5)       Al-Qur’an menjelaskan bahwa langit ada “tujuh”. Penjelasan ini diulangi juga sebanyak tujuh kali, yaitu di dalam surat al-Baqarah: 29, al-Isra’:   44, al-Mu’minun: 86, Fushshilat: 12, al-Thalaq: 12, al-Mulk: 3, dan Nuh: 15.
6)       Kata dingin (al-bard) dan panas (al-harr) masing-masing terulang sebanyak 4 kali.
7)      Kata infaq terulang sebanyak kata yang menunjuk dampaknya yaitu ridha (kepuasan), masing-masing 73 kali. Pun sebaliknya, kata bukhl (kikir) sama dengan akibatnya yaitu hasarah (penyesalan), masing-masing 12 kali.
8)      Kata yaum (hari) dalam bentuk tunggal sejumlah 365 kali, sebanyak hari-hari dalam setahun. Sementara kata hari yang berbentuk plural (ayyaam) atau dua (yaumaini), jumlah keseluruhannya hanya 30 kali, sama dengan jumlah hari dalam sebulan. Begitu juga dengan kata yang berarti bulan (syahr) hanya terdapat 12 kali, sama dengan jumlah bulan dalam setahun (untuk maklumat lebih detailnya, (silakan lihat Abdurrazaq Naufal, al-I‘jaz al-‘Adadi li Al-Qur’an al-Karim, 1987, ed.V).
9)      Seringkali di dalam al-Qur’an ditemukan kata syams (matahari) yang selalu digandengkan dengan kata dhiya’ (sinar atau cahaya), dan qamar (bulan) digandengkan dengan kata nur (cahaya), lihat QS Yunus [10]: 5. Arti keduanya walaupun mempunyai kesamaan, akan tetapi pada hakikatnya keduanya berbeda. Kata dhiya’ yang digandengkan dengan matahari, sebab matahari mempunyai atau cahayanya berasal dari dirinya sendiri. Sementara nur yang digandengkan dengan qamar (bulan), dikarenakan cahaya bulan merupakan pantulan dari cahaya matahari, (lihat Tafsir al-Baydhawi (w.951 H), 1998, v.1, 185). Fenomena saintifik seperti ini telah dibuktikan oleh al-Qur’an selama ribuan tahun yang lalu, bahkan sebelum manusia mengenal teknologi yang canggih seperti sekarang sekalipun.
10)  Seringkali ditemukan di dalam al-Qur’an kata zulumat (kegelapan) menggunakan bentuk jamak (plural), sedangkan antonim dari kegelapan yaitu nur (cahaya/kebenaran) menggunakan bentuk tunggal (diantara ayat yang menyatakan demikian, lihat QS al-Ahzab: 43; al-Hadid, 9). Kata zulumat (kegelapan) digunakan dalam bentuk jamak (plural), sebab sumber kegelapan itu bermacam-macam, boleh jadi berasal dari kebodohan, kesesatan, kekufuran, kebatilan, hawa nafsu, kesalahan, dosa dan lain sebagainya. Sedangkan nur menggunakan bentuk tunggal, dikarenakan sumber cahaya/ kebenaran, hanya berasal dari sumber yang satu, yaitu Allah SWT (lihat tafsir Ibn Kathir (w.774 H), 1999, v.6, 426; v.8, 10-11) 
11)  Seringkali ditemukan di dalam al-Qur’an, ketika Allah SWT menggunakan kata ja’ala (menjadikan), pasti di dalamnya terkandung banyak sekali manfaat bagi manusia dan seluruh makhluk-Nya yang ada di muka bumi ini. Seperti firman Allah SWT, ”Allah menjadikan bumi sebagai hamparan (mihada)” (QS al-Naba’ [78]: 6).Manfaat dari bumi yang dihamparkan diantaranya adalah Allah menjadikan bumi sebagai tempat yang siap untuk dipakai, untuk dihuni, dihamparkan seluas-luasnya dan teratur. Dan pula, bumi dijadikan tempat untuk istirahat dan tempat tidur. “Gunung-gunung sebagai pasak (awtada)” (QS al-Naba’: 7). Manfaat dari gunung dijadikan sebagai pasak di antaranya adalah untuk menahan bumi supaya menjadi kokoh. Gunung juga mempunyai fungsi penting dalam menjaga kestabilan kerak bumi, dan dapat mencegah goyahnya tanah. “Allah menjadikan tidurmu untuk istirahat” (QS al-Naba’: 9). Manfaat dari tidur di antaranya adalah dapat mengembalikan kondisi fisik dan metabolisme yang terjadi selama beraktifitas.Pada saat tidur, sel otak akan mengalami proses penguatan dan ingatannya akan menjadi bertambah kuat. Fisik akan menjadi fresh dan penat akan hilang. “Dan siang dijadikan untuk mencari penghidupan” (QS al-Naba’: 11). Maksudnya pada siang hari manusia dapat mencari rejeki atau nafkah baik berupa makanan, minuman maupun uang dll.
12)  Begitu juga di tempat yang lain dalam surat al-Rum [30]: 21, Allah SWT berfirman,“Dijadikan-Nya diantaramu (suami dan istri) rasa kasih (mawaddah) dan sayang (rahmah).” Ayat ini mengindikasikan bahwa manfaat dari sebuah pernikahan adalah dapat menumbuhkan kedekatan hati, cinta dan kasih sayang antara suami dan istri. Dapat merasakan kebahagiaan, ketenangan dan ketentraman. Pernikahan juga dapat memperbanyak jumlah kaum Muslimin berupa keturunan (Imam al-Qurthubi (w.671 H), Al-Jami‘ li Ahkam al-Qur’an, 1964, v.16, 300). Di antara manfaat dari sebuah pernikahan juga adalah dapat menjaga nasab, menundukkkan pandangan keduanya, menjaga kemaluan, dan lain sebagainya. 
Demikianlah segelintir contoh yang telah dinyatakan oleh Al-Qur’an. Setelah mengetahui  keserasian, keseimbangan dan penggunaan kata serta fakta-fakta yang terdapat di dalamnya, tentu semuanya bukan merupakan sesuatu yang kebetulan.Penggunaan kata di dalam al-Qur’an mempunyai intelegensia di luar nalar dan jangkauan manusia. Mustahil bagi Nabi Muhammad SAW mengetahui informasi-informasi tersebut dengan sendirinya, tanpa ada petunjuk dari Allah SWT.
Maka tidaklah heran kalau Al-Qur’an menantang siapa saja yang meragukan kebenarannya. Apalagi hanya sekadar merespon statemen-statemen murahan yang menyatakan Al-Qur’an adalah karangan manusia, hasil dari produk budaya dan menyatakan bahwa ia sama seperti teks-teks biasa lainnya.Melalui penjelasan di atas tadi, setidaknya al-Qur’an telah mengajarkan kita bahwa kata, konsep dan istilah harus digunakan dan ditempatkan pada tempatnya yang tepat. Jika tidak, kesalahan dalam penempatan kata, konsep maupun istilah, akan berakibat fatal. Karena, dari sanalah kerancuan dan kekeliruan akan muncul, sehingga jauh dari tujuan yang sebenar. Wallahu a’lam 


Selasa, 19 November 2013

Berkah di Bulan Muharam


Muharam termasuk salah satu dari empat bulan yang dimuliakan Allah, selain Zulkaidah, Zulhijah, dan Rajab. Dalilnya sudah jelas, sebagaimana dituturkan Allah dalam Alquran.

Sungguh bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat Bulan Haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana mereka pun memerangi kamu semuanya, dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa.” [QS At-Taubah/9: 36].

Kenapa disebut Bulan Haram? Ibnu Muhammad Al-Jauzi dalam kitab ‘Zad Al-Masir fi Ilm At-Tafsir’ menjelaskan, dinamakan Bulan Haram karena dalam empat bulan itu diharamkan pembunuhan atau peperangan, sebagaimana juga diyakini kaum Jahiliah sebelum Islam datang di bumi Mekah. Selain itu, karena pahala kebaikan di Bulan Haram akan dilipatkan dan demikian pula dosa keburukan. 

Kendati demikian, bukan berarti bulan-bulan di luar Bulan Haram tidak mulia. Seperti Ramadan, jelas bulan penuh kasih sayang, pengampunan, dan keberkahan. Umat Islam jangan lagi terjebak kepada pemahaman dangkal, sebagaimana ketika memahami keutamaan surat atau ayat Alquran tertentu. Dipersepsi, misalnya, hanya surat Yasin yang memiliki keutamaan dahsyat. Muncullah tradisi Yasinan, sementara tidak pernah ada tradisi Al-Fatihahan, Al-Baqarahan, Ali Imranan, An-Nisaan. 

Penting juga dicatat, sebagian kalangan beranggapan bahwa orang yang paling berjasa dalam menetapkan kalender Hijriah sebagai identitas penanggalan Islam adalah Umar bin Khattab. Anggapan itu tidak sepenuhnya benar. Imam As-Suyuti mengungkapkan fakta lain. Menurut murid dari ulama kenamaan bermazhab Hanafi, Taqiyuddin As-Subki, itu ternyata Umar bin Khattab bukan sosok pertama yang menyerukan penggunaan kalender Hijriah. Ibnu Asakir dan Ibnu Shalah membenarkan pendapat ini.

Berdasarkan riwayat yang paling kuat, Rasulullah pernah berkirim surat kepada umat Nasrani di Najran. Dalam surat itu, Rasulullah memerintahkan Ali bin Abu Thalib supaya menuliskan kalimat, “Surat ini ditulis pada hari kelima sejak hijrah”. Karena itu, menurut As-Suyuti, ketika Umar bin Khattab hendak menetapkan sistem kalender Islam, dia mengumpulkan para sahabat dan meminta saran mereka. Peristiwa itu terjadi ketika pemerintahan Umar bin Khattab berjalan dua setengah tahun. Setelah mendapatkan masukan, dia lantas memilih pendapat Ali bin Abu Thalib bahwa acuannya ialah peristiwa hijrah. Dengan kata lain, kalender Hijriah memang baru digunakan secara resmi di masa Khalifah Umar bin Khattab, tetapi ide dan penetapannya berasal dari Rasulullah sendiri.

Nama Hijriah jelas mengacu pada peristiwa hijrah dari Mekah ke Madinah. Ada hikmah besar di balik peristiwa itu. Kalender Hijriah bukan penanggalan biasa. Lebih dari itu, kalender yang dimulai dengan Muharam itu merupakan sebuah identitas dan jati diri umat Islam. Dipilihnya Hijriah sebagai nama kalender Islam, lantaran peristiwa hijrah itulah tonggak peradaban Islam. Hijrah merupakan torehan sejarah yang berhasil meletakkan garis tegas antara hak dan batil.

Kenapa Muharam dipilih sebagai permulaan bulan, padahal hijrah terjadi di bulan Rabiul Awal? Para ulama lalu mengemukakan alasan, karena pada bulan Muharam jamaah haji pulang dari Tanah Suci Mekah ke kampung halaman. Dari segi kronologi hijrah, Muharam juga dinilai sebagai embrio hijrah. Sebab, Rasulullah telah bertekad untuk hijrah dari Mekah ke Madinah sejak bulan Muharam. 

Sangat disayangkan kalau masih ada kepercayaan berbau takhayul dan khurafat. Umat Islam jangan lagi memiliki kepercayaan bahwa menikah pada bulan Muharam akan mendatangkan kesialan, seperti kecelakan, kematian, dan kerugian lain. Muharam bukan bulan kesedihan, demikian juga Syawal dan Safar. Mitos kesialan itu jelas kontraproduktif dengan Alquran dan hadis. Menurut riwayat Bukhari, Aisyah dinikahi Rasulullah pada bulan Syawal, pernikahan Ali bin Abu Thalib dengan Fatimah juga disinyalir terjadi di bulan Safar. 

Seharusnya kita kembali pada panduan Allah dan Rasulullah. Panduan yang benar dalam memuliakan Muharam adalah dengan berpuasa pada tanggal 10, dikenal dengan istilah puasa Asyura. Rasulullah bersabda, “Puasa yang paling utama setelah Ramadan adalah pada bulan Allah yang mulia, yaitu Muharam. Dan salat yang paling utama setelah salat wajib adalah salat tahajud.” [HR Muslim]. 

Asyura merupakan kewajiban puasa pertama dalam Islam. Baru ketika kewajiban puasa Ramadan turun, status hukum puasa Asyura berubah menjadi sunah. Hikmahnya, menghapuskan dosa selama setahun yang telah lewat. Simak hadis riwayat Aisyah berikut. “Adalah pada hari Asyura, kaum kafir Quraisy zaman Jahiliah berpuasa. Ketika Rasulullah datang di Madinah, beliau berpuasa dan memerintahkan (sahabat) supaya berpuasa. Maka ketika Allah mewajibkan puasa Ramadan, beliau meningggalkan puasa Asyura, maka barang siapa berkenan silakan berpuasa, barang siapa meninggalkan juga silakan.” [HR Bukhari].

Asyura juga diyakini sebagai puasa Nabi Saleh. Pada tanggal 10 Muharam itu, Nabi Musa selamat dari kejaran tentara Firaun, Nabi Yunus keluar dari perut ikan, dan Nabi Nuh selamat dari banjir besar. Karena itu, ketika Rasulullah menyaksikan kaum Yahudi dan Nasrani di Madinah berpuasa pada tanggal itu, beliau kemudian memerintahkan puasa sejak tanggal 9 Muharam atau populer dengan istilah puasa Tasu’a. Alasan beliau ketika itu, supaya tradisi puasa umat Islam tidak menyamai tradisi Yahudi dan Nasrani. Sabda Rasulullah, “Apabila tahun depan, insya Allah kita berpuasa pada tanggal sembilan.” [HR Muslim].

Tetapi, tidak sampai mendapati Muharam di tahun depan, Rasulullah sudah meninggal dunia. Karena itu, puasa tanggal 9 Muharam statusnya sunnah hammiyah alias sunnah yang sudah dicita-citakan Rasulullah tetapi beliau belum sempat melakukan. Ibnu Qayim Al-Jauziyah membuat peringkat terkait puasa di bulan Muharam. Menurutnya, puasa bulan Muharam yang paling utama adalah tanggal 9, 10, 11. Tingkatan di bawahnya adalah puasa tanggal 9 dan 10. Yang terendah, puasa tanggal 10 saja.

Demikian, semoga kita semua dapat memuliakan bulan Muharam dengan rangkaian ibadah sesuai tuntunan Allah dan Rasulullah. 

Yahoo :  riopranata_89@yahoo.co.id