Tidak ada suatu bacaan (kitab suci) yang dibaca oleh ratusan
juta orang, yang faham maksudnya maupun tidak, serta bacaan yang dihafal oleh
orang dewasa, remaja dan anak-anak, huruf demi huruf, dari awal sampai akhir
kecuali al-Qur’an.
1)
Tidak ada suatu
bacaan yang dibahas dengan menggunakan pelbagai disiplin ilmu, serta bacaan
yang terpadu dalam keindahan bahasa, ketelitian dan keseimbangannya, terpadu
kedalaman makna, kekayaan dan kebenarannya, serta kemudahan dalam memahaminya
serta kehebatan kesan dan pesan yang ditimbulkannya kecuali al-Qur’an.
Juga
tidak ada suatu bacaan yang dihitung, bukan hanya ayat-ayatnya akan tetapi
huruf-hurufnya juga. Tidak ada suatu bacaan sebanyak kosakata al-Qur’an yang
berjumlah 77.439 kata, dengan jumlah huruf 323.015, huruf yang seimbang dengan
kata-katanya, baik antara kata dengan padanannya, maupun kata dengan lawan kata
dan dampaknya kecuali al-Qur’an. ” (M.Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an, 2000,
3-5)
Al-Qur’an
merupakan kitab suci yang terbukti tidak akan pernah lekang dimakan oleh zaman.
Setelah diturunkan 1400-an tahun yang lalu, tidak satupun redaksinya berubah,
semuanya sama persis seperti aslinya. Bahkan al-Qur’an yang beredar sekarang
isinya pun sama seperti pembukuan al-Qur’an pada zaman khalifah Utsman bin
Affan. Al-Qur’an adalah kitab yang penuh dengan keajaiban, termasuk
informasi-informasi yang menakjubkan tentang ilmu pengetahuan.
Di
antara banyak kemukjizatan al-Qur’an yang dapat menjadi bukti kebenarannya
adalah aspek keindahan dan ketelitian redaksi-redaksinya. Di samping itu juga,
keserasian jumlah kata-katanya yang dapat dijadikan sebagai keotentikan
al-Qur’an. Jadi, segala usaha yang dilakukan oleh siapa saja yang hendak
memalsukan al-Qur’an sangat mudah diketahui, ketika kata-katanya tidak
menunjukkan keserasian sama sekali. Oleh karena itu, keserasian kata yang
digunakan oleh al-Qur’an, memberikan suatu pelajaran yang sangat berharga bagi
manusia bahwa hidup ini memerlukan keseimbangan.
Keserasian
kata al-Qur’an dapat dilihat pada keseimbangan antara jumlah bilangan kata,
jumlah kata yang menunjukkan akibat, menunjukkan sinonim dan antonimnya.
Masing-masing kata mempunyai pasangannya tersendiri. Penentuan dan peletakan
kata ditempatkan pada tempatnya yang tepat. Tidak bertentangan antara satu
dengan yang lainnya.
Fakta
Menakjubkan Berikut ini penulis
akan menjelaskan, bagaimana keserasian kata dan fakta yang menakjubkan dari
al-Qur’an:
1)
Kata Malaikat
terulang sama seperti kata Syaitan sebanyak 88 kali. begitu juga dengan kata
yang menunjuk utusan Allah SWT, baik itu Rasul, atau Nabi, atau Basyir (pembawa
berita gembira), maupun Nadzir (pemberi peringatan), keseluruhannya berjumlah
518 kali. Jumlah ini sama dengan jumlah penyebutan nama-nama nabi, rasul dan
pembawa berita tersebut, yaitu sebanyak 518 kali.
2)
Kata al-hayah (kehidupan) terulang sama seperti kata
antonimnya yaitu al-mawt (kematian), sebanyak 145 kali.
3)
Kata akhirat
terulang sama seperti kata dunia sebanyak 115 kali.
4)
Kekufuran terulang
sama seperti keimanan, sebanyak 25 kali.
5)
Al-Qur’an menjelaskan bahwa langit ada
“tujuh”. Penjelasan ini diulangi juga sebanyak tujuh kali, yaitu di dalam surat
al-Baqarah: 29, al-Isra’: 44,
al-Mu’minun: 86, Fushshilat: 12, al-Thalaq: 12, al-Mulk: 3, dan Nuh: 15.
6)
Kata dingin (al-bard) dan panas
(al-harr) masing-masing terulang sebanyak 4 kali.
7)
Kata infaq terulang
sebanyak kata yang menunjuk dampaknya yaitu ridha (kepuasan), masing-masing 73
kali. Pun sebaliknya, kata bukhl (kikir) sama dengan akibatnya yaitu hasarah
(penyesalan), masing-masing 12 kali.
8)
Kata yaum (hari)
dalam bentuk tunggal sejumlah 365 kali, sebanyak hari-hari dalam setahun.
Sementara kata hari yang berbentuk plural (ayyaam) atau dua (yaumaini), jumlah
keseluruhannya hanya 30 kali, sama dengan jumlah hari dalam sebulan. Begitu
juga dengan kata yang berarti bulan (syahr) hanya terdapat 12 kali, sama dengan
jumlah bulan dalam setahun (untuk maklumat lebih detailnya, (silakan lihat
Abdurrazaq Naufal, al-I‘jaz
al-‘Adadi li Al-Qur’an al-Karim, 1987, ed.V).
9)
Seringkali di dalam
al-Qur’an ditemukan kata syams (matahari) yang selalu digandengkan dengan kata
dhiya’ (sinar atau cahaya), dan qamar (bulan) digandengkan dengan kata nur
(cahaya), lihat QS Yunus [10]: 5. Arti keduanya walaupun mempunyai kesamaan,
akan tetapi pada hakikatnya keduanya berbeda. Kata dhiya’ yang digandengkan
dengan matahari, sebab matahari mempunyai atau cahayanya berasal dari dirinya
sendiri. Sementara nur yang digandengkan dengan qamar (bulan), dikarenakan
cahaya bulan merupakan pantulan dari cahaya matahari, (lihat Tafsir al-Baydhawi
(w.951 H), 1998, v.1, 185). Fenomena saintifik seperti ini telah dibuktikan
oleh al-Qur’an selama ribuan tahun yang lalu, bahkan sebelum manusia mengenal
teknologi yang canggih seperti sekarang sekalipun.
10) Seringkali ditemukan di dalam al-Qur’an kata zulumat (kegelapan) menggunakan bentuk jamak
(plural), sedangkan antonim dari kegelapan yaitu nur (cahaya/kebenaran)
menggunakan bentuk tunggal (diantara ayat yang menyatakan demikian, lihat QS al-Ahzab:
43; al-Hadid, 9). Kata zulumat (kegelapan) digunakan dalam bentuk jamak
(plural), sebab sumber kegelapan itu bermacam-macam, boleh jadi berasal dari
kebodohan, kesesatan, kekufuran, kebatilan, hawa nafsu, kesalahan, dosa dan
lain sebagainya. Sedangkan nur menggunakan bentuk tunggal, dikarenakan sumber
cahaya/ kebenaran, hanya berasal dari sumber yang satu, yaitu Allah SWT (lihat
tafsir Ibn Kathir (w.774 H), 1999, v.6, 426; v.8, 10-11)
11) Seringkali ditemukan di dalam al-Qur’an, ketika Allah SWT
menggunakan kata ja’ala (menjadikan), pasti di dalamnya terkandung banyak
sekali manfaat bagi manusia dan seluruh makhluk-Nya yang ada di muka bumi ini.
Seperti firman Allah SWT, ”Allah
menjadikan bumi sebagai hamparan (mihada)” (QS al-Naba’ [78]: 6).Manfaat
dari bumi yang dihamparkan diantaranya adalah Allah menjadikan bumi sebagai
tempat yang siap untuk dipakai, untuk dihuni, dihamparkan seluas-luasnya dan
teratur. Dan pula, bumi dijadikan tempat untuk istirahat dan tempat tidur.
“Gunung-gunung sebagai pasak (awtada)” (QS al-Naba’: 7). Manfaat dari gunung
dijadikan sebagai pasak di antaranya adalah untuk menahan bumi supaya menjadi
kokoh. Gunung juga mempunyai fungsi penting dalam menjaga kestabilan kerak
bumi, dan dapat mencegah goyahnya tanah. “Allah
menjadikan tidurmu untuk istirahat” (QS
al-Naba’: 9). Manfaat dari tidur di antaranya adalah dapat mengembalikan
kondisi fisik dan metabolisme yang terjadi selama beraktifitas.Pada saat tidur,
sel otak akan mengalami proses penguatan dan ingatannya akan menjadi bertambah
kuat. Fisik akan menjadi fresh dan penat akan hilang. “Dan siang dijadikan untuk mencari
penghidupan” (QS al-Naba’:
11). Maksudnya pada siang hari manusia dapat mencari rejeki atau nafkah baik
berupa makanan, minuman maupun uang dll.
12) Begitu juga di tempat yang lain dalam surat al-Rum [30]:
21, Allah SWT berfirman,“Dijadikan-Nya diantaramu (suami dan istri) rasa
kasih (mawaddah) dan sayang (rahmah).” Ayat ini mengindikasikan bahwa
manfaat dari sebuah pernikahan adalah dapat menumbuhkan kedekatan hati, cinta
dan kasih sayang antara suami dan istri. Dapat merasakan kebahagiaan,
ketenangan dan ketentraman. Pernikahan juga dapat memperbanyak jumlah kaum
Muslimin berupa keturunan (Imam al-Qurthubi (w.671 H), Al-Jami‘ li Ahkam
al-Qur’an, 1964, v.16, 300). Di antara manfaat dari sebuah pernikahan juga
adalah dapat menjaga nasab, menundukkkan pandangan keduanya, menjaga kemaluan,
dan lain sebagainya.
Demikianlah
segelintir contoh yang telah dinyatakan oleh Al-Qur’an. Setelah
mengetahui keserasian, keseimbangan dan penggunaan kata serta fakta-fakta
yang terdapat di dalamnya, tentu semuanya bukan merupakan sesuatu yang
kebetulan.Penggunaan kata di dalam al-Qur’an mempunyai intelegensia di luar
nalar dan jangkauan manusia. Mustahil bagi Nabi Muhammad SAW mengetahui
informasi-informasi tersebut dengan sendirinya, tanpa ada petunjuk dari Allah
SWT.
Maka
tidaklah heran kalau Al-Qur’an menantang siapa saja yang meragukan
kebenarannya. Apalagi hanya sekadar merespon statemen-statemen murahan yang
menyatakan Al-Qur’an adalah karangan manusia, hasil dari produk budaya dan
menyatakan bahwa ia sama seperti teks-teks biasa lainnya.Melalui penjelasan di
atas tadi, setidaknya al-Qur’an telah mengajarkan kita bahwa kata, konsep dan
istilah harus digunakan dan ditempatkan pada tempatnya yang tepat. Jika tidak,
kesalahan dalam penempatan kata, konsep maupun istilah, akan berakibat fatal.
Karena, dari sanalah kerancuan dan kekeliruan akan muncul, sehingga jauh dari
tujuan yang sebenar. Wallahu
a’lam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar