Sabtu, 26 Januari 2013
OSHINABU: MELATIH PUKULAN, TANGKISAN, TENDANGAN DAN KUDA-KUD...
OSHINABU: MELATIH PUKULAN, TANGKISAN, TENDANGAN DAN KUDA-KUD...: Melatih Pukulan Pada tingkat awal, jurus pertama yang diperkenalkan dalam Karate adalah Tsuki (pukulan). Cukup banyak je...
Kamis, 24 Januari 2013
1. Hari raya dalam Islam adalah ibadah untuk mendekatkan diri kepada
Allah Subahanahu wa Ta’ala. Hari raya merupakan salah satu syi’ar agama
yang agung. Sedangkan dalam Islam, tidak ada hari raya kecuali hari
Jum’at, Idul Fithri, dan Idul Adh-ha. Perkara ibadah harus ada dalilnya.
Tidak bisa seseorang membuat hari raya sendiri, yang tidak disyariatkan
oleh Allah Subahanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa
sallam.
Berdasarkan hal ini, perayaan Hari Kasih Sayang ataupun selainnya yang diada-adakan, adalah perbuatan mengada-adakan (bid’ah) dalam agama, menambahi syariat, dan bentuk koreksi terhadap Allah Subahanahu wa Ta’ala, Dzat yang telah menetapkan syariat.
2. Perayaan Hari Kasih Sayang merupakan bentuk tasyabbuh (menyerupai) bangsa Romawi paganis, juga menyerupai kaum Nasrani yang meniru mereka, padahal ini tidak termasuk (amalan) agama mereka.
Ketika seorang muslim dilarang menyerupai kaum Nasrani dalam hal yang memang termasuk agama mereka, maka bagaimana dengan hal-hal yang mereka ada-adakan dan mereka menirunya dari para penyembah berhala?
Seorang muslim dilarang menyerupai orang-orang kafir –baik penyembah berhala ataupun ahli kitab– baik dalam hal aqidah dan ibadah, maupun dalam adat yang menjadi kebiasaan, akhlak, dan perilaku mereka. Allah Subahanahu wa Ta’ala berfirman:
وَلاَ تَكُونُوا كَالَّذِينَ تَفَرَّقُوا وَاخْتَلَفُوا مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَهُمُ الْبَيِّنَاتُ وَأُولَئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ
“Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka. Mereka itulah orang-orang yang mendapat siksa yang berat.” (Ali ‘Imran: 105)
أَلَمْ يَأْنِ لِلَّذِينَ آمَنُوا أَنْ تَخْشَعَ قُلُوبُهُمْ لِذِكْرِ اللهِ وَمَا نَزَلَ مِنَ الْحَقِّ وَلا يَكُونُوا كَالَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلُ فَطَالَ عَلَيْهِمُ الْأَمَدُ فَقَسَتْ قُلُوبُهُمْ وَكَثِيرٌ مِنْهُمْ فَاسِقُونَ
“Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka)? Dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al-Kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik.” (Al-Hadid: 16)
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk golongan mereka.” (HR. Ahmad, 3/50, dan Abu Dawud, no. 5021)
Tasyabbuh (menyerupai) orang kafir dalam perkara agama mereka –di antaranya adalah Hari Kasih Sayang– lebih berbahaya daripada menyerupai mereka dalam hal pakaian, adat, atau perilaku. Karena agama mereka tidak lepas dari tiga hal: yang diada-adakan, atau yang telah diubah, atau yang telah dihapuskan hukumnya (dengan datangnya Islam). Sehingga, tidak ada sesuatupun dari agama mereka yang bisa menjadi sarana mendekatkan diri kepada Allah Subahanahu wa Ta’ala.
3. Tujuan perayaan Hari Kasih Sayang pada masa ini adalah menyebarkan kasih sayang di antara manusia seluruhnya, tanpa membedakan antara orang yang beriman dengan orang kafir. Hal ini menyelisihi agama Islam. Hak orang kafir yang harus ditunaikan kaum muslimin adalah bersikap adil dan tidak mendzaliminya. Dia juga berhak mendapatkan sikap baik –bila masih punya hubungan silaturahim– dengan syarat: tidak memerangi atau membantu memerangi kaum muslimin. Allah Subahanahu wa Ta’ala berfirman:
لاَ يَنْهَاكُمُ اللهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ إِنَّ اللهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ
“Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.” (Al-Mumtahanah: 8)
Bersikap adil dan baik terhadap orang kafir tidaklah berkonsekuensi mencintai dan berkasih sayang dengan mereka. Allah Subahanahu wa Ta’ala bahkan memerintahkan untuk tidak berkasih sayang dengan orang kafir dalam firman-Nya:
لاَ تَجِدُ قَوْمًا يُؤْمِنُونَ بِاللهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ اللهَ وَرَسُولَهُ وَلَوْ كَانُوا آبَاءَهُمْ أَوْ أَبْنَاءَهُمْ أَوْ إِخْوَانَهُمْ أَوْ عَشِيرَتَهُمْ
“Kamu tidak akan mendapati sesuatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka.” (Al-Mujadilah: 22)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah t berkata: “Sikap tasyabbuh akan melahirkan sikap kasih sayang, cinta dan loyalitas di dalam batin. Sebagaimana kecintaan yang ada di batin akan melahirkan sikap menyerupai.” (Al-Iqtidha`, 1/490)
4. Kasih sayang yang dimaksud dalam perayaan ini semenjak dihidupkan oleh kaum Nasrani adalah cinta, rindu, dan kasmaran, di luar hubungan pernikahan. Buahnya, tersebarnya zina dan kekejian, yang karenanya pemuka agama Nasrani –pada waktu itu– menentang dan melarangnya.
Kebanyakan pemuda muslimin merayakannya karena menuruti syahwat, dan bukan karena keyakinan khurafat sebagaimana bangsa Romawi dan kaum Nasrani. Namun hal ini tetaplah tidak bisa menafikan adanya sikap tasyabbuh (menyerupai) orang kafir dalam salah satu perkara agama mereka. Selain itu, seorang muslim tidak diperbolehkan menjalin hubungan cinta dengan seorang wanita yang tidak halal baginya, yang merupakan pintu menuju zina.
Sebai seorang umat muslim seharusnya dalam menyambut hari Valentine Day berprilakau seperti berikut :
Berdasarkan hal ini, perayaan Hari Kasih Sayang ataupun selainnya yang diada-adakan, adalah perbuatan mengada-adakan (bid’ah) dalam agama, menambahi syariat, dan bentuk koreksi terhadap Allah Subahanahu wa Ta’ala, Dzat yang telah menetapkan syariat.
2. Perayaan Hari Kasih Sayang merupakan bentuk tasyabbuh (menyerupai) bangsa Romawi paganis, juga menyerupai kaum Nasrani yang meniru mereka, padahal ini tidak termasuk (amalan) agama mereka.
Ketika seorang muslim dilarang menyerupai kaum Nasrani dalam hal yang memang termasuk agama mereka, maka bagaimana dengan hal-hal yang mereka ada-adakan dan mereka menirunya dari para penyembah berhala?
Seorang muslim dilarang menyerupai orang-orang kafir –baik penyembah berhala ataupun ahli kitab– baik dalam hal aqidah dan ibadah, maupun dalam adat yang menjadi kebiasaan, akhlak, dan perilaku mereka. Allah Subahanahu wa Ta’ala berfirman:
وَلاَ تَكُونُوا كَالَّذِينَ تَفَرَّقُوا وَاخْتَلَفُوا مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَهُمُ الْبَيِّنَاتُ وَأُولَئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ
“Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka. Mereka itulah orang-orang yang mendapat siksa yang berat.” (Ali ‘Imran: 105)
أَلَمْ يَأْنِ لِلَّذِينَ آمَنُوا أَنْ تَخْشَعَ قُلُوبُهُمْ لِذِكْرِ اللهِ وَمَا نَزَلَ مِنَ الْحَقِّ وَلا يَكُونُوا كَالَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلُ فَطَالَ عَلَيْهِمُ الْأَمَدُ فَقَسَتْ قُلُوبُهُمْ وَكَثِيرٌ مِنْهُمْ فَاسِقُونَ
“Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka)? Dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al-Kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik.” (Al-Hadid: 16)
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk golongan mereka.” (HR. Ahmad, 3/50, dan Abu Dawud, no. 5021)
Tasyabbuh (menyerupai) orang kafir dalam perkara agama mereka –di antaranya adalah Hari Kasih Sayang– lebih berbahaya daripada menyerupai mereka dalam hal pakaian, adat, atau perilaku. Karena agama mereka tidak lepas dari tiga hal: yang diada-adakan, atau yang telah diubah, atau yang telah dihapuskan hukumnya (dengan datangnya Islam). Sehingga, tidak ada sesuatupun dari agama mereka yang bisa menjadi sarana mendekatkan diri kepada Allah Subahanahu wa Ta’ala.
3. Tujuan perayaan Hari Kasih Sayang pada masa ini adalah menyebarkan kasih sayang di antara manusia seluruhnya, tanpa membedakan antara orang yang beriman dengan orang kafir. Hal ini menyelisihi agama Islam. Hak orang kafir yang harus ditunaikan kaum muslimin adalah bersikap adil dan tidak mendzaliminya. Dia juga berhak mendapatkan sikap baik –bila masih punya hubungan silaturahim– dengan syarat: tidak memerangi atau membantu memerangi kaum muslimin. Allah Subahanahu wa Ta’ala berfirman:
لاَ يَنْهَاكُمُ اللهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ إِنَّ اللهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ
“Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.” (Al-Mumtahanah: 8)
Bersikap adil dan baik terhadap orang kafir tidaklah berkonsekuensi mencintai dan berkasih sayang dengan mereka. Allah Subahanahu wa Ta’ala bahkan memerintahkan untuk tidak berkasih sayang dengan orang kafir dalam firman-Nya:
لاَ تَجِدُ قَوْمًا يُؤْمِنُونَ بِاللهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ اللهَ وَرَسُولَهُ وَلَوْ كَانُوا آبَاءَهُمْ أَوْ أَبْنَاءَهُمْ أَوْ إِخْوَانَهُمْ أَوْ عَشِيرَتَهُمْ
“Kamu tidak akan mendapati sesuatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka.” (Al-Mujadilah: 22)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah t berkata: “Sikap tasyabbuh akan melahirkan sikap kasih sayang, cinta dan loyalitas di dalam batin. Sebagaimana kecintaan yang ada di batin akan melahirkan sikap menyerupai.” (Al-Iqtidha`, 1/490)
4. Kasih sayang yang dimaksud dalam perayaan ini semenjak dihidupkan oleh kaum Nasrani adalah cinta, rindu, dan kasmaran, di luar hubungan pernikahan. Buahnya, tersebarnya zina dan kekejian, yang karenanya pemuka agama Nasrani –pada waktu itu– menentang dan melarangnya.
Kebanyakan pemuda muslimin merayakannya karena menuruti syahwat, dan bukan karena keyakinan khurafat sebagaimana bangsa Romawi dan kaum Nasrani. Namun hal ini tetaplah tidak bisa menafikan adanya sikap tasyabbuh (menyerupai) orang kafir dalam salah satu perkara agama mereka. Selain itu, seorang muslim tidak diperbolehkan menjalin hubungan cinta dengan seorang wanita yang tidak halal baginya, yang merupakan pintu menuju zina.
Sebai seorang umat muslim seharusnya dalam menyambut hari Valentine Day berprilakau seperti berikut :
- Tidak ikut merayakannya, menyertai orang yang merayakannya, atau menghadirinya.
- Tidak membantu/mendukung orang kafir dalam perayaan mereka, dengan memberikan hadiah, menyediakan peralatan untuk perayaan itu atau syi’ar-syi’arnya, atau meminjaminya.
- Tidak membantu kaum muslimin yang ikut-ikutan merayakannya. Bahkan
ia wajib mengingkari mereka, karena kaum muslimin yang merayakan hari
raya orang kafir adalah perbuatan mungkar yang harus diingkari.
Dari sini, kaum muslimin tidak boleh pula menjual bingkisan (pernak-pernik) bertema Hari Kasih Sayang, baik pakaian tertentu, mawar merah, kartu ucapan selamat, atau lainnya. Karena memperjualbelikannya termasuk membantu kemungkaran. Sebagaimana juga tidak boleh bagi orang yang diberi hadiah Hari Kasih Sayang untuk menerimanya. Karena, menerimanya mengandung makna persetujuan terhadap perayaan ini. - Tidak memberikan ucapan selamat Hari Kasih Sayang, karena hari itu bukanlah hari raya kaum muslimin. Dan bila seorang muslim diberi ucapan selamat Hari Kasih Sayang, maka dia tidak boleh membalasnya.
- Menjelaskan hakikat perayaan ini dan hari-hari raya orang kafir yang semisalnya, kepada kaum muslimin yang tertipu dengannya.
(Diringkas dari makalah ‘Idul Hubb, Qishshatuhu, Sya’airuhu, Hukmuhu, karya Ibrahim bin Muhammad Al-Haqil)
Valentine Day Dan Renungan Bagi Kaum Muslim
Sesungguhnya
Allah Subahanahu wa Ta’ala telah memilih Islam sebagai agama bagi kita,
sebagaimana firman-Nya:
إِنَّ الدِّينَ عِنْدَ اللهِ اْلإِسْلاَمُ
“Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam.” (Ali ‘Imran: 19)
Allah Subahanahu wa Ta’ala juga menyatakan bahwa Dia tidak menerima dari seorang pun agama selain Islam. Allah Subahanahu wa Ta’ala berfirman:
وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ اْلإِسْلاَمِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي اْلآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ
“Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) darinya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.” (Ali ‘Imran: 85)
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:
وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ، لاَ يَسْمَعُ بِي يَهُودِيٌّ وَلاَ نَصْرَانِيٌّ ثُمَّ يَمُوتُ وَلَمْ يُؤْمِنْ بِالَّذِي أُرْسِلْتُ بِهِ إِلاَّ كَانَ مِنْ أَصْحَابِ النَّارِ
“Demi Dzat yang jiwa Muhammad di tangan-Nya, tidak ada seorangpun yang mendengar tentang aku, baik dia Yahudi atau Nasrani, lalu dia mati dalam keadaan tidak beriman dengan risalah yang aku diutus dengannya, kecuali dia termasuk penghuni neraka.”
إِنَّ الدِّينَ عِنْدَ اللهِ اْلإِسْلاَمُ
“Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam.” (Ali ‘Imran: 19)
Allah Subahanahu wa Ta’ala juga menyatakan bahwa Dia tidak menerima dari seorang pun agama selain Islam. Allah Subahanahu wa Ta’ala berfirman:
وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ اْلإِسْلاَمِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي اْلآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ
“Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) darinya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.” (Ali ‘Imran: 85)
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:
وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ، لاَ يَسْمَعُ بِي يَهُودِيٌّ وَلاَ نَصْرَانِيٌّ ثُمَّ يَمُوتُ وَلَمْ يُؤْمِنْ بِالَّذِي أُرْسِلْتُ بِهِ إِلاَّ كَانَ مِنْ أَصْحَابِ النَّارِ
“Demi Dzat yang jiwa Muhammad di tangan-Nya, tidak ada seorangpun yang mendengar tentang aku, baik dia Yahudi atau Nasrani, lalu dia mati dalam keadaan tidak beriman dengan risalah yang aku diutus dengannya, kecuali dia termasuk penghuni neraka.”
Semua agama yang ada di masa ini –selain Islam– adalah agama yang batil. Tidak bisa menjadi (jalan) pendekatan kepada Allah Subahanahu wa Ta’ala. Bahkan bagi seorang hamba, agama-agama itu tidaklah menambah kecuali kejauhan dari-Nya, sesuai dengan kesesatan yang ada padanya.
Telah lama, tersebar suatu fenomena –yang menyedihkan– di kalangan banyak pemuda-pemudi Islam. Fenomena ini merupakan bentuk nyata sikap taqlid (membebek) terhadap kaum Nasrani, yaitu Hari Kasih Sayang (Valentine Day). Berikut ini secara ringkas akan dipaparkan asal-muasal perayaan Valentine Day,serta bagaimana seharusnya seorang muslim menyikapinya.
14 Februari, Valentine
Day ini, adalah momen berbagi setra mencurahkan
segenap kasih sayang kepada “pasangan”-nya masing-masing . tak terkecuali,
remaja Islam pun turut larut dalam ritus tahunan ini, meski tak pernah tahu
bagaimana asal terjadinya sejarah perayaan , Valentine Day ini dimumulai.Asal
Muasal Perayaan ini termasuk salah satu hari raya bangsa Romawi paganis
(penyembah berhala), di mana penyembahan berhala adalah agama mereka semenjak
lebih dari 17 abad silam.Perayaan ini merupakan ungkapan –dalam agama paganis
Romawi– kecintaan terhadap sesembahan mereka.
Perayaan
ini memiliki akar sejarah berupa beberapa kisah yang turun-temurun pada bangsa
Romawi dan kaum Nasrani pewaris mereka. Kisah yang paling masyhur tentang
asal-muasalnya adalah bahwa bangsa Romawi dahulu meyakini bahwa Romulus
–pendiri kota Roma– disusui oleh seekor serigala betina, sehingga serigala itu
memberinya kekuatan fisik dan kecerdasan pikiran. Bangsa Romawi memperingati
peristiwa ini pada pertengahan bulan Februari setiap tahun dengan peringatan
yang megah. Di antara ritualnya adalah menyembelih seekor anjing dan kambing
betina, lalu dilumurkan darahnya kepada dua pemuda yang kuat fisiknya. Kemudian
keduanya mencuci darah itu dengan susu. Setelah itu dimulailah pawai besar
dengan kedua pemuda tadi di depan rombongan. Keduanya membawa dua potong kulit
yang mereka gunakan untuk melumuri segala sesuatu yang mereka jumpai. Para
wanita Romawi sengaja menghadap kepada lumuran itu dengan senang hati, karena
meyakini dengan itu mereka akan dikaruniai kesuburan dan melahirkan dengan
mudah.
Siapakah
sebenarnya St. Valentine dan ada
hubungan apa beliau dengan perayaan ini
?
Ø Bangsa
Romawi di masa paganis dahulu merayakan sebuah hari raya yang disebut hari raya
Lupercalia1. Ini adalah hari raya yang sama seperti pada kisah versi I di atas.
Pada hari itu, mereka mempersembahkan qurban bagi sesembahan mereka selain
Allah Subahanahu wa Ta’ala. Mereka meyakini bahwa berhala-berhala itu mampu
menjaga mereka dari keburukan dan menjaga binatang gembalaan mereka dari
serigala.
Ketika bangsa Romawi memeluk agama Nasrani, dan Kaisar Claudius II berkuasa pada abad ketiga, dia melarang tentaranya menikah. Karena menikah akan menyibukkan mereka dari peperangan yang mereka jalani. Maka St. Valentine menentang peraturan ini, dan dia menikahkan tentara secara diam-diam. Kaisar lalu mengetahuinya dan memenjarakannya, sebelum kemudian dia dihukum mati.
Ketika bangsa Romawi memeluk agama Nasrani, dan Kaisar Claudius II berkuasa pada abad ketiga, dia melarang tentaranya menikah. Karena menikah akan menyibukkan mereka dari peperangan yang mereka jalani. Maka St. Valentine menentang peraturan ini, dan dia menikahkan tentara secara diam-diam. Kaisar lalu mengetahuinya dan memenjarakannya, sebelum kemudian dia dihukum mati.
Ø Disebutkan
bahwa St. Valentine adalah seorang yang mati di Roma ketika disiksa oleh Kaisar
Claudius sekitar tahun 296 M. Di tempat terbunuhnya di Roma, dibangun sebuah
gereja pada tahun 350 M untuk mengenangnya.Ketika bangsa Romawi memeluk Nasrani,
mereka tetap memperingati Hari Kasih Sayang. Hanya saja mereka mengubahnya dari
makna kecintaan kepada sesembahan mereka, kepada pemahaman lain yang mereka
istilahkan sebagai martir kasih sayang, yakni St. Valentine, sang penyeru kasih
sayang dan perdamaian, yang –menurut mereka– mati syahid pada jalan itu.Di
antara aqidah batil mereka pada hari tersebut, dituliskan nama-nama pemudi yang
memasuki usia nikah pada selembar kertas kecil, lalu diletakkan pada talam di
atas lemari buku. Lalu diundanglah para pemuda yang ingin menikah untuk
mengambil salah satu kertas itu. Kemudian sang pemuda akan menemani si wanita
pemilik nama yang tertulis di kertas (yang diambilnya) selama setahun. Keduanya
saling menguji perilaku masing-masing, baru kemudian mereka menikah. Bila tidak
cocok, mereka mengulangi hal yang serupa tahun mendatang.
Para pemuka agama Nasrani menentang sikap membebek ini, dan menganggapnya sebagai perusak akhlak para pemuda dan pemudi. Maka perayaan ini pun dilarang di Italia. Dan tidak diketahui kapan perayaan ini dihidupkan kembali.
Para pemuka agama Nasrani menentang sikap membebek ini, dan menganggapnya sebagai perusak akhlak para pemuda dan pemudi. Maka perayaan ini pun dilarang di Italia. Dan tidak diketahui kapan perayaan ini dihidupkan kembali.
Ø Kaisar
Claudius II adalah penyembah berhala, sedangkan Valentine adalah penyeru agama
Nasrani. Sang Kaisar berusaha mengeluarkannya dari agama Nasrani dan
mengembalikannya kepada agama paganis Romawi. Namun Valentine tetap teguh
memeluk agama Nasrani, dan dia dibunuh karenanya pada 14 Februari 270 M, malam hari
raya paganis Romawi: Lupercalia.Ketika bangsa Romawi memeluk Nasrani, mereka
tetap melakukan perayaan paganis Lupercalia, hanya saja mereka mengaitkannya dengan
hari terbunuhnya Valentine untuk mengenangnya. Syi’ar Perayaan Hari Kasih
Sayang
1.
Menampakkan kegembiraan dan kesenangan.
2.
Saling memberi mawar merah, sebagai
ungkapan cinta, yang dalam budaya Romawi paganis merupakan bentuk cinta kepada
sesembahan kepada selain Allah Subahanahu wa Ta’ala.
3.
Menyebarkan kartu ucapan selamat hari
raya tersebut. Pada sebagiannya terdapat gambar Cupid, seorang anak kecil
dengan dua sayap membawa busur dan panah. Cupid adalah dewa cinta erotis dalam
mitologi Romawi paganis. Maha Tinggi Allah dari kedustaan dan kesyirikan mereka
dengan ketinggian yang besar.
4.
Saling memberi ucapan kasih sayang,
rindu, dan cinta dalam kartu ucapan yang saling mereka kirim.
5. Di banyak negeri Nasrani diadakan
perayaan pada siang hari, dilanjutkan begadang sambil berdansa, bercampur baur
lelaki dan perempuan.Beberapa versi kisah yang disebutkan seputar perayaan ini
dan simbolnya, St. Valentine, bisa memberikan pencerahan kepada orang berakal.
Terlebih lagi seorang muslim yang mentauhidkan Allah Subahanahu wa Ta’ala.
Pemaparan di atas menjelaskan hakikat perayaan ini kepada kaum muslimin yang
tidak tahu dan tertipu, kemudian ikut merayakannya. Mereka hakikatnya meniru
umat Nasrani yang sesat, dan mengambil segala yang datang dari Barat, Nasrani,
lagi atheis.
1. Asalnya adalah aqidah paganis (penyembahan
berhala) kaum Romawi, untuk mengungkapkan rasa cinta kepada berhala yang mereka
ibadahi selain Allah Subahanahu wa Ta’ala. Barangsiapa yang
merayakannya, berarti dia merayakan momen pengagungan dan penyembahan berhala.
Padahal Allah Subahanahu wa Ta’ala telah mengingatkan kita dari perbuatan
syirik:
وَلَقَدْ أُوحِيَ إِلَيْكَ وَإِلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكَ لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ. بَلِ اللهَ فَاعْبُدْ وَكُنْ مِنَ الشَّاكِرِينَ
“Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu: ‘Jika kamu mempersekutukan (Allah), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi. Karena itu, maka hendaklah Allah saja yang kamu sembah dan hendaklah kamu termasuk orang-orang yang bersyukur’.” (Az-Zumar: 65-66)
Allah Subahanahu wa Ta’ala juga menyatakan melalui lisan ‘Isa ‘alaihissalam:
إِنَّهُ مَنْ يُشْرِكْ بِاللهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنْصَارٍ
“Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zhalim itu seorang penolongpun.” (Al-Ma`idah: 72)
Dan seorang muslim wajib berhati-hati dari syirik dan segala yang akan mengantarkan kepada syirik.
2. Awal mula perayaan ini di kalangan bangsa
Romawi paganis terkait dengan kisah dan khurafat yang tidak bisa diterima akal
sehat, apalagi akal seorang muslim yang beriman kepada Allah Subahanahu wa
Ta’ala dan para rasul-Nya.Pada satu versi, disebutkan bahwa seekor serigala
betina menyusui Romulus pendiri kota Roma, sehingga memberinya kekuatan fisik
dan kecerdasan pikiran. Ini menyelisihi aqidah seorang muslim, bahwa yang
memberikan kekuatan fisik dan kecerdasan pikiran hanyalah Allah Subahanahu wa
Ta’ala, Dzat Maha Pencipta, bukan air susu serigala. Dalam versi lain, pada
perayaan itu kaum Romawi paganis mempersembahkan qurban untuk berhala sesembahan
mereka, dengan keyakinan bahwa berhala-berhala itu mampu mencegah terjadinya
keburukan dari mereka dan mampu melindungi binatang gembalaan mereka dari
serigala. Padahal, akal yang sehat mengetahui bahwa berhala tidaklah dapat
menimpakan kemudaratan, tidak pula bisa memberikan suatu kemanfaatan.Bagaimana
mungkin seorang berakal mau ikut merayakan perayaan seperti ini? Terlebih lagi
seorang muslim yang Allah Subahanahu wa Ta’ala telah menganugerahkan agama yang
sempurna dan aqidah yang lurus ini kepadanya.
3. Di antara syi’ar jelek perayaan ini adalah
menyembelih anjing dan domba betina, lalu darahnya dilumurkan kepada dua orang
pemuda, kemudian darah itu dicuci dengan susu, dst. Orang yang berfitrah lurus
tentu akan menjauh dari hal yang seperti ini. Akal yang sehat pun tidak bisa
menerimanya.
4. Keterkaitan St. Valentine dengan perayaan ini
diperselisihkan, juga dalam hal sebab dan kisahnya. Bahkan, sebagian literatur
meragukannya dan menganggapnya sebagai sesuatu yang tidak pernah terjadi.
Sehingga pantas bagi kaum Nasrani untuk tidak mengakui perayaan paganis ini
yang mereka tiru dari bangsa Romawi paganis. Terlebih lagi keterkaitan perayaan
ini dengan salah satu santo (orang-orang suci dalam khazanah Nasrani, ed.)
mereka, masih diragukan. Bila merayakannya teranggap sebagai aib bagi kaum
Nasrani, yang telah mengganti-ganti agama mereka dan mengubah kitab mereka,
tentu lebih tercela bila seorang muslim yang ikut merayakannya. Dan bila benar
bahwa perayaan ini terkait dengan terbunuhnya St. Valentine karena
mempertahankan agama Nasrani, maka apa hubungan kaum muslimin dengan St.
Valentine?
5. Para pemuka Nasrani telah menentang perayaan
ini karena timbulnya kerusakan akhlak pemuda dan pemudi akibat perayaan ini,
maka dilaranglah perayaan ini di Italia, pusat Katholik. Lalu perayaan ini
muncul kembali dan tersebar di Eropa. Dari sanalah menular ke negeri kaum
muslimin. Bila pemuka Nasrani –pada masa mereka– mengingkari perayaan ini, maka
wajib bagi para ulama kaum muslimin untuk menerangkan hakikatnya dan hukum
merayakannya. Sebagaimana wajib bagi kaum muslimin yang awam untuk mengingkari
dan tidak menerimanya, sekaligus mengingkari orang yang ikut merayakannya atau
menularkannya kepada kaum muslimin.
(Sumber :Makalah‘Idul Hubb,Qishshatuhu,Sya’airuhu,Hukmuhu,karya Ibrahim bin Muhammad Al-Haqil)
Langganan:
Postingan (Atom)