Peran Wanita Sebagi Ibu, Menurut Islam
"Hadits Riwayat Imam Ahmad, menjelaskan bahwa Rasulullah SAW bersabda: "Surga itu terletak di bawah telapak kaki "ibu".
Pernikahan bagi kaum "wanita" tidak sekedar mengubah status dari gadis
menjadi nyonya. Namun dia dituntut tanggung jawab berat dan memerlukan
persiapan dan pengalaman. Persyaratan umur merupakan kesiapan fisik. dan
persyaratan pengalaman dan ilmu merupakan kematangan psykhologis.
Kematangan biologis menentukan pula kuat dan sehatnya keturunan,
sedangkan pengetahuan agama mempersiapkan terhadap hakekat tanggung
jawab. Untuk melangsungkan perkawinan seorang yang belum mencapai 21
tahun harus mendapat ijin orang tua.
"Wanita" sebagai makhluk
yang dikodratkan sebagai perantara lahirnya manusia di bumi ini.
"Wanita" sanggup mengandung, melahirkan, memelihara calon manusia dan
mendidiknya.
Apabila kita membahas tentang tugas kaum "ibu",
sungguh suatu tugas yang tidak ringan. Allah SWT telah menentukan kodrat
"wanita" yang berat itu, kadang kala kaum Adam kurang mau memahami.
Secara fisik dan rohani memang "wanita" dipersiapkan memiliki
kesanggupan.
"Wanita" sebagai "ibu" adalah pendidik paling
primer bagi manusia. Kaum "ibu" yang ideal tidak sekedar dapat bobot
(hamil), namun "ibu" harus berbobot (berkualitas). Anak-anak mereka
tidak cukup dijamin kebutuhan jasmaninya, namun rohaninya juga lebih
penting.
Peran "ibu" apabila diserahkan kepada pembantu rumah
tangga dengan mutlak, akan berakibat fatal bagi anak. Sampai dimana
idealisme seorang pembantu?
Sebagai seorang "ibu" --- Peranan apa yang harus tidak boleh diabaikan dan apa akibatnya apabila peran itu diabaikan?
Di tangan kaum "ibu" berhasil tidaknya membuat apa yang di atas bumi
ini lebih berharga dari pada apa yang ada di dalam bumi. Manusia-manusia
yang beriman dan bertaqwa kepada Allah lebih berharga dari pada emas
dan mutiara yang dikandung bumi. MAnusia-manusia kufur dan durhaka,
lebih rendah harganya dari pada gas belirang dan batu bara. Atau mungkin
wujud manusia, namun nilainya seperti magma dalam tanah.
Disinilah letak peranan "wanita" sebagai "ibu", cukup berat menuntut
rasa tanggung jawab yang tidak ringan. Berhasil tidaknya generasi yang
ideal di tangan kaum "wanita". Tidaklah berlebihan apabila Rasulullah
SAW memberi penghargaan terhadap kaum "ibu", sebagaimana dalam Hadits
Riwayat Imam Ahmad, bahwa Rasulullah bersabda: "Surga itu berada di
bawah telapak kaki para "ibu".
"Ibu" seperti apa yang berhasil
membuat anak-anaknya dapat mencapai surga? Beberapa langkah yang dapat
mengarah kesana antara lain:
1. Dorongan "Ibu" yang bertanggung jawab
Hadits Riwayat Bazzar, menjelaskan bahwa Rasulullah SAW bersabda:
"Apabila seorang "wanita" ("ibu") sudah menjalankan sholat lima kali,
puasa bulan Ramadhan, menjaga kehormatannya (kesucian dirinya) dan lagi
taat kepada suaminya, maka masuklah ia ke surga."
2. Mendidik anaknya mulai masih dalam kandungan
Menurut ajaran Islam hakekat hayat sebenarnya sejak usia 120 hari dalam
kandungan. Bagaimana mendidik anak dalam kandungan? Yaitu dengan
perilaku yang utama, taat kepada Allah, ikhlas dan banyak membaca
Al-Qur'an. Sebaiknya kaum "ibu" yang sedang hamil menghindarkan diri
dari dosa, akhlak yang hina dan tidak berharga.
Do'a yang
sebaiknya diucapkan setiap saat yaitu sebagaimana firman Allah dalam
Al-Qur'an Surat Ali 'Imran Ayat 38, yang artinya:
"Disanalah
Zakariya mendo'a kepada Tuhannya seraya berkata, "Ya Tuhanku, berilah
aku dari sisi Engkau seorang anak yang baik. Sesungguhnya Engkau Maha
Mendengar do'a."
Dan Surat Ibrahim Ayat 40, yang artinya: "Ya
Allah, jadikanlah aku dan anak cucuku orang-orang yang tetap mendirikan
shalat, ya Allah, kabulkanlah do'aku."
3. Mendidik sopan santun agar menjadi anak yang mulia
Waktu anak sudah lahir, maka wajib diberikan pendidikan yang lebih
konkrit lagi. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam Hadits Riwayat Anas,
bahwa Rasulullah SAW bersabda:
"Jadikanlah anak-anakmu orang yang mulia, dan jadikanlah sopan santun mereka menjadi baik."
Urutan mendidik anak, antara lain sebagai berikut:
a. Mendidik membiasakan bersyukur kepada Allah SWT, misalnya ucapan hamdalah stiap selesai makan, minum, ibadah dan sebagainya.
b. Menanamkan tauhid dan dijauhkan supaya jangan sampai menjadi orang musyrik.
c. Disadarkan jerih payah "ibu" bapaknya, supaya timbul rasa terima kasih, hormat dan taat.
d. Dikenalkan dengan sanksi moral bahwa kita manusia berbuat apappun,
dimanapun kapanpun selalu dalam pengawasan Allah SWT. Sanksi moral ini
cukup bermanfaat bagi masa depan dalam mengarungi gelombang ujian
kehidupan.
e. Dididik untuk menegakkan shalat; Hal ini
sebagaimana dijelaskan Hadits Riwayat Tirmidzi, bahwa Rasulullah SAW
pernah bersabda:
"Suruhlah kanak-kanak itu agar shalat apabila
ia sudah berumur 7 tahun dan apabila ia sudah berumur 10 tahun, maka
hendaklah kamu pukul jika mereka meninggalkan shalat."
f. Dibiasakan suka amar ma'ruf dan nahi munkar, dan tidak bersikap sinis dan sombong.
g. Menanamkan cinta kepada Nabi dan kepada Al-Qur'anul Karim.
Sebagaimana dijelaskan dalam Hadits Riwayat Dailami dari Ali, bahwa
Rasulullah pernah bersabda:
"Tanamkan kepada anak-anakmu tentang 3 hal, yaitu:
1). Mencintai Nabimu.
2). Mencintai keluarga Nabi.
3). Mencintai untuk membaca Al-Qur'an."
h. Menanamkan himmatulaliyah.
Sejak kecil anak kita bimbing akal dan budinya, sehingga tumbuh jiwa
yang tinggi dan mempunyai cita-cita yang luhur. Berikan cerita-cerita
orang besar supaya timbul dan terbuka akalnya.
i. Membiasakan disiplin.
Tidak kecil artinya kebiasaan disiplin ini, sebab apa yang pernah
dilakukan sejak kanak-kanak, akan menjadi kesatuan pribadi. Apabila
setiap anak yang lahir mendapatkan pendidikan dan pengarahan yang serupa
ini, niscaya generasi muda yang ideal, bertanggung jawab dan berjiwa
besar akan segera terwujud.
4. Peranan "Ibu" dalam pembangunan
Selain menyiapkan anak yang berkualitas, kaum "ibu" masih mempunyai tugas yang sangat penting yang meliputi:
a. Pengendalian Kependudukan.
Masalah pertumbuhan penduduk bukanlah masalah kecil, bahkan masalah internasional yang dirasa sangat mendesak.
Kita sadar bahwa manusia ditetapkan menempati planet bumi, dimana
arealnya hanya sekitar 500.000.000 km persegi. berdasarkan garis tengah
12.742 km. Padahal tempat yang secara gratis dapat kita tempati hingga
saat ini hanyalah bumi. Kalau bumi seluas ini terdiri dari lautan dua
pertiganya, maka berarti daratan yang menjadi tempat tinggal kita
hanyalah 150.000.000 km persegi.
Angka kepadatan secara kasar
bumi kita saat ini mencapai 27 orang, namun di kota-kota besar di tanah
air kita sudah mencapai 550 - 650 orang tiap km persegi.
Masalah kepadatan penduduk ini menjadi perhatian kita bersama. Bagi kaum
"ibu" perlu menyadari, apakah tugas kodratnya hanya melahirkan?
Bukankah melahirkan itu tidak wajib? Karena tidak ada satu ayatpun yang
mengharuskan kaum "wanita" wajib beranak. Dalam ajaran Islam, yang ada
yaitu perintah supaya anak menjadi manusia utama yang bernilai anak
shaleh. Tidaklah bijaksana kalau kita tetap berorientasi pada jumlah
anak, bukan kualitasnya. Jadi disini titik berat yang menjadi kopetensi
kaum "wanita" sekaligus sebagai "ibu" adalah mengatur kelahiran.
Apabila terdapat seorang "ibu" sering sekali melahirkan, fisiknya akan
menjadi lemah, perawatan anak kurang tertib dan sekaligus kewajiban
menjalankan ibadah banyak terganggu. Perlu dipertimbangkan bahwa dengan
seringnya kelahiran membuahkan keturunan yang lemah, baik fisik, rohani,
akal dan kemampuan keuangan. Mempunyai keturunan yang lemah, telah
diperingatkan dalam Al-Qur'an Surat An-Nisa' Ayat 9:
"Dan
hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di
belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap
(kesejahteraan) mereka, bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah mereka
mengucapkan perkataan yang benar."
Berkaitan dengan perencanaan
masalah kelahiran, berdasarkan beberapa alasan baik pertimbangan
kemaslahatan maupun ayat Al-Qur'an, maka bagi pasangan usia subur (PUS)
sebagai sasaran program Keluarga Berencana (KB). Jadi KB niatnya adalah
untuk kemaslahatan "ibu" dan kesejahteraan keturunan kita.
b. Lahirnya Generasi Bangsa Yang Bertaqwa Kepada Tuhan Yamg Maha Esa.
Mengingat semua manusia mengalami masa kanak-kanak, di mana peran "ibu"
sangat menentukan. Tidaklah berlebihan apabila baik buruknya anak
tergantung kepada kedua orang tuanya, padahal "ibu"lah yang paling
dekat.
Untuk menciptakan generasi bangsa yang bertaqwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, di samping langkah-langkah yang telah dijelaskan
tadi, maka perlu usaha-usaha antara lain adalah:
1). Berusaha menjauhi makanan yang haram.
Daging yang tumbuh bagi si pemakan itu sendiri, apabila dari makanan haram berakibat:
a). Mengotori jiwa sehingga ketenangan batin sulit diwujudkan.
b). Beratnya tubuh untuk beribadah.
c). Kotornya hati, sebab salah satu fungsinya ialah menyimpan darah. Kalau yang disimpan darah kotor berarti endapan penyakit.
d). Melahirkan anak yang kadang-kadang sulit diatur.
e). Hati sulit menerima iman, dapat dikatakan hatinya berpenyakit.
Tidak menutup kemungkinan anak yang lahir dapat mempunyai tipe-tipe
cenderung negatif; Yang menurut Psikology ada beberapa tipe manusia yang
negatif, antara lain:
a). Kliptomania, orang yang mempunyai kecenderungan untuk mencuri.
b). Dipsomania, anak yang cenderung pada minuman keras, ganja. morphin dan lain-lain.
c). Pinomania, kecenderungan untuk merusak.
d). Dipresif, kecenderungan berbuat robot, amoral. asosial, freesex, sadis, suka bunuh diri, dan sebagainya.
Sebagai istri dari suami dan sekaligus sebagai "ibu" dituntut sifat
hati-hati terhadap masalah ini. Korek dan waspada supaya suami tetap
berhati-hati untuk memperoleh rezeki. Tidak senang karena uang banyak,
namun dia senang secukupnya asal halal. Dalam Islam menjaga dari haram
ini mendapat perhatian yang sangat serius, mengingat akibatnya sangat
fatal.
2). "Ibu" Berkewajiban Mendidik Iman.
Islam
mengajarkan bahwa setiap kelahiran masih dalam keadaan fitrah. Seorang
anak manusia, aslinya condong dengan iman dan Islam. Seseorang menjadi
tidak condong dengan agama Islam adalah akibat salah informasi sekaligus
kesalahan primer pada "ibu" dan ayahnya. Hal ini sama dengan pendapat
ahli pendidikan Inggris, John Lock, bahwa anak bagaikan kertas putih.
Corak dan wujud tulisan tergantung penulisnya. Hal ini juga sebagaimana
sabda Rasulullah SAW yang dijelaskan dalam Hadits Riwayat Bukhari
Muslim, yang artinya: Dari Abi Hurairah ra berkatalah Nabi SAW, telah
bersabda: "Tidak ada seorang yang dilahirkan melainkan menurut
fitrahnya, maka kedua orang tuanya yang menjadikan Yahudi, Nasrani atau
Majusi sebagaimana halnya binatang yang dilahirkan dengan sempurna."
3). "Ibu" Bertanggung Jawab Mendidik Supaya Anak Taat Kepada Allah.
Apabila sejak dini kaum "ibu" dipersiapkan sebagai "ibu" ideal, maka
manusia berkepribadian dan bertaqwa dapat diwujudkan. Syarat keberkahan
dan kemakmuran suatu bangsa adalah watak bangsa yang bertanggung jawab
dan berjiwa taqwa. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam Surat Al-A'raf
Ayat 96:
"Jikalau sekiranya penduduk kota-kota beriman dan
bertaqwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari
langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka
Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya."
Kaum "ibu" yang
siap dan sanggup memikul amanat tadi, akan dapat menciptakan masyarakat
yang damai, subur dan makmur di bawah ridha Allah SWT. Bagi kaum "wanita
" yang berfungsi sebagai "ibu" seperti di atas, digembirakan oleh
Rasulullah SAW sebagai jihad fisabilillah. Karena "ibu" yang ideal tadi
dipandang dari segi kesejahteraan keluarga dan masyarakat merupakan
faktor penentu. "Ibu" yang bijaksana mampu menciptakan kondisi rumah
tangga yang damai serasi dan dicintai anak-anaknya.
Putra-putrinya enggan keluar rumah kecuali ada keperluan misalnya
bekerja, belajar dan sebagainya. Pergi dari rumah tanpa tugas baginya
tidak menarik. Program kesejahteraan keluarga dapat diwujudkan dan
merupakan bagian pokok dari kesejahteraan masyarakat, sebagaimana sabda
Rasulullah SAW yang dijelaskan dalam Hadits Riwayat Dailami, bahwa
Rasulullah bersabda:
"Empat faktor kebahagiaan seseorang, ialah apabila seseorang:
a). Punya istri yang shalihah.
b). Punya anak-anak yang baik.
c). Punya pergaulan hidup orang-orang baik (shaleh).
d). Punya sumber penghidupan di dalam negerinya sendiri."
(Sumber: Peranan "Wanita" Dalam Pembangunan Bangsa Menurut Islam. Oleh Drs. H. Jumari Ismanto dkk.).
Begitu beratnya peran "wanita" sebagai seorang "ibu". Namun apabila
peran itu dilakukan semata-mata untuk mendapat ridha dari Allah SWT,
Insya'Allah akan terlaksana dengan berbagai kemudahan atas pertolongan
dari Allah SWT.
Oleh karena itu, berbahagialah wahai kaum
"wanita", karena kepadamulah telah dipercayakan tugas mulia oleh Sang
Maha Pencipta, bahwa dari rahimmu yang subur akan lahir putra-putri
generasi penerus. Karenanya menjadi kewajiban, tidak hanya mendidiknya
sekedar dengan limpahan materi dan benda-benda kebutuhan hidup semata.
Namun yang terpenting adalah berkatilah mereka, putra-putrimu dengan
akhlak baik, budi pekerti, iman dan ketakwaan.
Hanya dengan
kasih sayang, perhatian, pengertian dan kesabaran yang luar biasa, maka
kaum "wanita" dapat turut mewujudkan cita-cita bangsanya, yaitu manusia
Indonesia seutuhnya, lahir batin, berdasarkan Pancasila dan Undang
Undang Dasar 1945.
Andil "wanita" jualah kelak yang akan
membuktikan: Apakah generasi mendatang dapat mempertahankan perdamaian,
kesejahteraan dan kebahagiaan umat manusia. Atau sebaliknya, menciptakan
kehancuran dan menimbulkan keserakahan untuk menguasai dunia.
Kemuliaan Seorang "IBU"
Kitab Suci Al-Qur'an memberikan kemuliaan kepada kedua orang tua kita
("Ibu" dan Bapak). Dalam Surat Bani Israil ayat 23, dijelaskan
bahwasanya menghormati dan memuliakan kedua orang tua ("Ibu" dan Bapak),
terletak sesudah ketaatan dan pengabdian kepada Allah SWT. Namun pada
Surat Al-Luqman dalam menghormati orang tua ditekankan, betapa susah
"ibu" mengandung, sehingga kedudukan "ibu" sesungguhnya mempunyai tempat
yang amat istimewa dalam kehisupan umat manusia.
Kemuliaan,
keikhlasan dan kesabarannya yang luar biasa dalam mengandung bayinya,
serta mempertaruhkan nyawa pada saat melahirkan anak belahan jantungnya,
tentu tidak dapat dibandingkan dan dinilai dengan apapun. Selanjutnya,
harus diakui bahwa tiada cinta, sepenuh kasih sayang "ibu" sepanjang
masa.
Di dunia ini pula, tidak ada perhitungan apalagi untuk
meminta imbalan balasan jasa, tanpa pamrih. Pendek kata--- murni dan
tulus. Wajarlah apabila do'a serta kutukan dari seorang "ibu" terhadap
anaknya dianggap sangat manjur, karena sering dikabulkan oleh Allah SWT.
Tuntunan hadits, menyebutkan bahwasanya prioritas bakti, diutamakan dan
ditujukan pertama kepada "ibu". Seperti sabda Rasulullah SAW sendiri
yang memberikan jawaban sampai tiga kali berturut-turut; "Ibu"mu!,
ketika beliau ditanya manakah yang harus lebih dahulu diberikan bakti.
Baru pada jawaban keempat, beliau menjawab ayahmu!
Menurut
sebuah hadits yang disarikan oleh Thalak bin Mu'awiyah As Sulaimy yang
datang kepada Rasulullah SAW, ia ingin turut pergi berjihad fisabilillah
bersama Rasulullah. Maka ditanyakan oleh beliau, apakah "ibu"mu masih
hidup? Dia menjawab 'masih'. Maka Rasulullah bersabda: 'Duduklah terus
di jujurannya, disitulah terletak surga'.
Begitulah kedudukan
"ibu", dalam ajaran dan pandangan Islam. Dituntun oleh sabda Illahi
sendiri, di dalam Al-Qur'an. Diiringi keterangan yang diberikan oleh
Rasulullah SAW. Maka benarlah bahwa surga, sesungguhnya berada di bawah
telapak kaki "ibu".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar