Jumat, 24 Mei 2013

Hukum Memperingati Perayaan Isra` Mi’raj

Editor : H.Ners,Rio Pranata.S,kep
Isra’ dan mi’raj merupakan tanda kekuasaan Allah yang menunjukkan atas kebenaran kerasulan Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam, dan keagungan kedudukannya di sisi Tuhannya, selain juga membuktikan atas kehebatan Allah dan kebesaran kekuasaan-Nya atas semua makhluk. Firman Allah subhaanahu wa ta’ala :

 subhaana alladzii asraa bi’abdihi laylan mina almasjidi alharaami ilaa almasjidi al-aqshaa alladzii baaraknaa hawlahu linuriyahu min aayaatinaa innahu huwa alssamii’u albashiiru
“MahaSuci Allah yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha yang telah kami berkahi sekelilingnya, agar kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda tanda (kebesaran) kami, sesungguhnya Dia adalah MahaMendengar lagi Maha Melihat”  (QS. Al Isra’: 1).
*****************

KHUTBAH PERTAMA

إِنَّ الْحَمْدَ لِلهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
يَاأَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا. يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا     عَظِيمًا أَمَّا بَعْدُ: فَإِنَّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ وَخَيْرَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ   وَشَرَّ اْلأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ وَكُلَّ ضَلاَلَةٍ فِي النَّارِ
.أَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,
Alhamdulillah, segala puji kita panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala yang memiliki nama-nama yang husna dan sifat yang sempurna. Dialah satu-satunya yang mengatur alam semesta dan memberikan rezeki kepada seluruh makhluk-Nya. Tidak ada sekutu bagi-Nya dan tidak ada sesuatupun yang serupa dengan-Nya. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada sayyidul awwaliin wal akhiriin, Nabi kita Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarganya, para sahabatnya, dan seluruh kaum muslimin yang berjalan di atas sunnahnya.
Jamaah jum’ah yang semoga dirahmati Allah Subhanahu wa Ta’ala,
Marilah kita senantiasa bertakwa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan bersungguh-sungguh dalam menjalankan agama kita. Yaitu, dimulai dengan bersemangat dalam mempelajarinya sehingga kita bisa menjalankannya di atas ilmu. Tentu saja dalam mempelajarinya harus dengan bimbingan para ulama Ahlus Sunnah wal Jamaah. Yaitu para ulama yang berjalan di atas jalan generasi terbaik di umat ini, para sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Karena merekalah generasi yang menyaksikan secara langsung bagaimana Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjalankan agama ini. Sehingga memahami agama Islam dengan pemahaman mereka adalah satu-satunya jalan yang diridhai oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Adapun jalan-jalan lainnya yang menyelisihi pemahaman para sahabat dalam memahami agama Islam adalah pemahaman yang menyimpang.
Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memerintahkan kepada Rasul-Nya untuk menyampaikan kepada umatnya bahwa jalan yang diridhai-Nya hanya satu sebagaimana dalam firman-Nya:
وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلاَ تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ ذَلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

“Dan sesungguhnya (yang Kami perintahkan ini) adalah jalan-Ku yang lurus. Maka ikutilah jalan itu dan janganlah kalian mengikuti jalan-jalan (yang lain) sehingga kalian akan berpecah-belah dari jalan-Nya (yang lurus), itulah yang diperintahkan Allah kepada kalian agar kalian menjadi orang-orang yang bertakwa.” (Al-An’am: 153)
Hadirin rahimakumullah,
Oleh karena itu wajib bagi kaum muslimin untuk mengikuti bimbingan para ulama yang mengikuti jejak para sahabat dalam memahami agama ini. Para ulama adalah orang-orang yang telah dijadikan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala sebagai penjaga agama ini. Mereka menyibukkan diri untuk menyampaikan kepada kaum muslimin ajaran Islam yang dibawa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam serta mengingatkan dari ajaran-ajaran yang menyimpang dari jalannya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Oleh karena itu, Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memerintahkan kepada orang yang tidak tahu tentang masalah agama untuk bertanya kepada para ulama.
Sebagaimana dalam firman-Nya:
فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
“Maka bertanyalah kalian kepada ulama jika kalian tidak mengetahui.” (An-Nahl: 43)
Hadirin jamaah jum’ah rahimakumullah,
Usaha para ulama dalam menjelaskan ajaran-ajaran yang menyimpang merupakan amalan yang patut disyukuri oleh seluruh kaum muslimin. Karena mengada-adakan amalan ibadah yang tidak disyariatkan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah salah satu faktor terbesar yang menyebabkan datangnya musibah serta cobaan yang menimpa kaum muslimin. Di samping itu, agama ini adalah agama yang sempurna. Sehingga orang yang mengada-adakan ajaran baru yang tidak disyariatkan secara tidak langsung dia menganggap agama belum sempurna. Bahkan Al-Imam Malik rahimahullahu, salah seorang imam Ahlus Sunnah wal Jamaah mengatakan:
مَنِ ابْتَدَعَ فِي الْإِسْلاَمِ بِدْعَةً يَرَاهَا حَسَنَةً فَقَدْ زَعَمَ أَنَّ مُحَمَّدًا خَانَ الرِّسَالَةَ لِأَنَّ اللهَ يَقُوْلُ: { ﭻ ﭼ ﭽ ﭾ } فَمَا لَمْ يَكُنْ يَوْمَئِذٍ دِيْنًا فَلاَ يَكُوْنُ الْيَوْمَ دِيْنًا

“Barangsiapa memunculkan bid’ah dan dia memandang bahwa perbuatan tersebut adalah perbuatan yang baik, sungguh dia telah menyangka bahwa Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah berkhianat dalam menyampaikan ajaran Islam. Karena Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman (yang artinya): ‘Pada hari ini telah Aku sempurnakan bagi kalian agama kalian.’ Sehingga apa saja yang pada hari itu (di masa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam) bukan termasuk ajaran Islam maka pada hari ini (juga) bukan termasuk ajaran Islam.” (Lihat kitab Al-I’tisham karya Asy-Syathibi)
Jamaah jum’ah rahimakumullah,
Di antara perbuatan bid’ah yang telah diperingatkan oleh para ulama untuk ditinggalkan adalah mengkhususkan amalan-amalan ibadah tertentu pada bulan Rajab. Seperti mengkhususkan hari ke-27 pada bulan tersebut untuk berpuasa dan shalat pada malam harinya, serta shalat yang diistilahkan dengan shalat ar-ragha`ib, yaitu shalat yang dilakukan pada malam Jumat pertama di bulan Rajab yang sebelumnya didahului dengan puasa hari Kamis. Al-Imam An-Nawawi rahimahullahu mengatakan ketika beliau ditanya tentang shalat tersebut: “Amalan tersebut adalah bid’ah yang sangat jelek, yang merupakan kemungkaran yang sangat besar dan mengandung banyak kesalahan, maka harus ditinggalkan dan berpaling darinya serta mengingkari orang yang menjalankannya.” Begitu pula Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullahu, beliau mengatakan: “Adapun shalat yang (disebut) ar-ragha`ib maka (amalan tersebut) tidak ada landasannya dan (amalan tersebut) hanya diada-adakan….”
Hadirin rahimakumullah,
Amalan bid’ah lainnya yang banyak dilakukan oleh sebagian kaum muslimin pada bulan Rajab adalah perayaan Al-Isra` wal Mi’raj. Asy-Syaikh Abdul ‘Aziz bin Abdullah bin Baz rahimahullahu, dalam salah satu risalahnya menyebutkan:

“…Dan malam yang peristiwa Al-Isra` wal Mi’raj tersebut terjadi, tidak tersebut dalam hadits-hadits yang shahih tentang kapan waktu terjadinya. Tidak pula (disebutkan kepastian waktunya) di bulan Rajab ataupun di bulan lainnya. Seluruh hadits yang menyebutkan tentang waktu terjadinya peristiwa Al-Isra` wal Mi’raj tersebut adalah hadits yang tidak datang dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam (tidak shahih), sebagaimana keterangan para ulama ahlul hadits. Dan hanya Allah Subhanahu wa Ta’ala-lah yang mengetahui hikmah di balik dilupakannya orang-orang (dari kepastian waktu terjadinya peristiwa tersebut). Seandainya pun ada hadits shahih yang menunjukkan tentang waktu terjadinya peristiwa tersebut, maka tidak boleh bagi kaum muslimin untuk mengkhususkan ibadah-ibadah tertentu pada hari tersebut, dan tidak boleh pula bagi mereka untuk menjadikan peristiwa tersebut sebagai sebab untuk melakukan perayaan….”
Hadirin rahimakumullah,
Dari keterangan para ulama tersebut dan juga ulama yang lainnya, maka jelaslah bahwa apa yang menjadi kebiasaan kaum muslimin berupa mengkhususkan hari-hari tertentu di bulan Rajab untuk berpuasa dan shalat adalah amalan yang tidak pernah dicontohkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya. Begitu pula mengkhususkan bulan Rajab terutama pada malam yang ke-27 untuk memperingati perayaan Al-Isra` wal Mi’raj adalah perbuatan bid’ah. Yang demikian tadi karena beberapa sebab:
1. Peristiwa Isra` Mi’raj ini meskipun benar-benar terjadi, namun tidak ada dalil shahih yang menunjukkan waktu terjadinya. Sehingga mengkhususkan bulan Rajab atau malam ke-27 dari bulan tersebut adalah penetapan yang tidak berdasarkan dalil.
2. Seandainya pun peristiwa tersebut diketahui waktu terjadinya, tetap tidak diperbolehkan bagi kaum muslimin untuk menjadikannya sebagai hari perayaan dengan memperingatinya. Hal ini karena tidak pernah dicontohkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan Al-Khulafa` Ar-Rasyidin serta para sahabat yang lainnya. Sehingga tidak boleh bagi siapapun untuk membuat syariat baru yang tidak pernah dilakukan oleh mereka.
3. Kenyataan yang ada, bahwa pada acara tersebut banyak dilakukan perbuatan kemungkaran. Seperti bercampurnya laki-laki dan perempuan, dilantunkannya shalawat-shalawat yang mengandung makna syirik, nyanyian-nyanyian dengan alat musik, serta kemungkaran-kemungkaran lainnya.
Oleh karena itu wajib bagi kaum muslimin yang telah mengetahui keterangan ulama tentang masalah ini untuk meninggalkan amalan tersebut, meskipun banyak di antara kaum muslimin yang mengerjakannya. Karena seorang muslim harus mengingat bahwa agama ini diambil dari Al-Qur`an dan hadits yang shahih, bukan diambil dari anggapan baik akal manusia.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ، أَقُوْلُ مَا تَسْمَعُوْنَ وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ اْلغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.

KHUTBAH KEDUA

الْحَمْدُ لِلهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ عَلَى فَضْلِهِ وَإِحْسَانِهِ حَمْدًا طَيِّبًا كَثِيْرًا، وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى عَمَّا يَقُوْلُ الظَّالِمِيْنَ عُلُوًّا كَبِيْرًا، وََأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، أَسْرَى بِهِ مِنْ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلى الْمَسْجِدِ الْأَقْصَى وَعُرِجَ بِهِ إِلَى السَّمَاوَاتِ الْعُلَى، فَنَالَ بِذَلِكَ فَضْلاً كَبِيْرًا وخَيْرًا كَثِيْرً، صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ، وَسَلَّمَ تَسْلِيْمً كَثِيْرًا، أَمّا بَعْدُ:
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,
Marilah kita berusaha sekuat kemampuan kita untuk senantiasa bertakwa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala serta bersyukur kepada-Nya atas berbagai nikmat yang dikaruniakan kepada kita. Terlebih nikmat diutusnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada umat ini dan diberikannya kepada beliau keistimewaan dan mu’jizat serta kemuliaan yang tidak diberikan kepada para nabi sebelumnya. Di antaranya adalah mu’jizat yang berupa peristiwa Al-Isra` wal Mi’raj.
Saudara-saudaraku kaum muslimin rahimakumullah,
Kewajiban seorang muslim adalah mengambil pelajaran dari peristiwa-peristiwa yang disebutkan di dalam Al-Qur`an maupun hadits-hadits yang shahih. Sehingga dia menjadi orang-orang yang senantiasa berpegang teguh dengan ajaran Islam dan tidak membuat amalan ibadah baru yang tidak disyariatkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya. Namun sungguh sangat disayangkan, yang kita saksikan justru sebaliknya. Sebagian kaum muslimin menjadikan peristiwa Al-Isra` wal Mi’raj sebagai landasan untuk mengada-adakan perayaan yang tidak disyariatkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya. Sedangkan pelajaran penting yang bisa diambil dari acara tersebut yaitu kewajiban shalat lima waktu malah diabaikan. Sehingga kita dapatkan banyak di antara orang-orang yang merayakan acara perayaan tersebut, justru malas menjalankan shalat secara berjamaah. Atau bahkan dia tidak menjalankannya kecuali pada waktu-waktu tertentu saja. Maka sungguh yang demikian ini menunjukkan terjatuhnya mereka kepada perangkap setan yang selalu berusaha menyesatkan hamba-hamba Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Maka bertakwalah wahai saudara-saudaraku rahimakumullah. Janganlah kita tertipu oleh setan yang senantiasa menghalangi kita dari berpegang teguh di atas agama Allah Subhanahu wa Ta’ala. Janganlah kita tertipu dengan rayuannya yang menghias-hiasi maksiat sehingga nampak baik dan mengajak untuk berlebih-lebihan dalam beribadah sehingga menjalankan ibadah yang tidak disyariatkan. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
إِنَّ الشَّيْطَانَ لَكُمْ عَدُوٌّ فَاتَّخِذُوهُ عَدُوًّا إِنَّمَا يَدْعُو حِزْبَهُ لِيَكُونُوا مِنْ أَصْحَابِ السَّعِيرِ

“Sesungguhnya setan itu adalah musuh bagi kalian, maka anggaplah ia musuh (kalian), karena sesungguhnya setan-setan itu hanya mengajak golongannya supaya mereka menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala.” (Fathir: 6)
Akhirnya, mudah-mudahan Allah Subhanahu wa Ta’ala senantiasa menunjukkan jalan yang diridhai-Nya, kepada kita dan seluruh kaum muslimin.
اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى عَبْدِكَ وَرَسُوْلِكَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ، وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ أَبِيْ بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَلِي وَعَنْ جَمِيْعِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلىَ يَوْمَ الدِّيْنِ. اللَّهُمَّ أَعِزَّ الْإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَالْمُشْرِكِيْنَ. اللَّهُمَّ أَصْلِحْ أَحْوَالَ الْمُسْلِمِينَ في كُلِّ مَكَانٍ، رَبِّ اجْعَلْنَا مُقِيْمِي الصَّلاَةِ وَمِنْ ذُرِّيَّتِنَا، رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
عِبَادَ اللهِ … اذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ الْجَلِيْلَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ، وَاللهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُوْنَ.
Sumber Bacaan:
Al-A’yad wa Atsaruha ‘alal Muslimin, hal. 353 Majmu’ Fatawa wa Maqalat Mutanawwi’ah, 1/183

Jumat, 03 Mei 2013

Ilmu Hadits


Segala puji bagi Allah SWT semata dan shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada Rasulullah beserta keluarga, para shahabat, serta segenap pengikut beliau sampai Hari Kiamat nanti.

Para asatidz dan rekan-rekan sekalian yang saya hormati dan saya cintai—semoga rasa hormat dan cinta ini tulus karena Allah semata sehingga akan berbuah himpunan di dalam Surga, amin.

Insyaallah mulai pekan dan hari ini kita akan mulai serial studi singkat kita dalam Ilmu Hadits. Harap maklum bahwa selaku pemandu kajian saya bukanlah seorang pakar apalagi ulama di bidang ini. Jadi, jangan sekali-kali menganggap saya sebagai guru Antum di kajian ini. Derajat saya hanyalah sekadar rekan belajar yang sama-sama memiliki semangat besar untuk memahami dan mendalami ilmu ini.

Sebelum kita mulai serial ini, ada beberapa hal yang perlu untuk saya sampaikan:

Pertama, mempelajari Agama dan ilmu-ilmu Agama adalah sebuah kegiatan mulia sekaligus ibadah yang tinggi keagungannya. Ilmu Hadits, pada khususnya, adalah salah satu ilmu Agama yang memiliki kedudukan yang sangat utama sekaligus nilai yang sangat sentral. Dengan ilmu inilah kita secara otentik bisa mengetahui sunnah-sunnah Rasulullah SAW—yang merupakan penjelas ayat-ayat Al-Quran sekaligus panduan detail ajaran-ajaran Islam—membedakannya dengan laporan-laporan mengenai sunnah beliau yang palsu dan tidak otentik. Oleh karena itu, siapa saja yang ingin mempelajari Sunnah dan Ilmu Hadits perlu untuk menyadari pentingnya bidang yang akan ia dalami dan agungnya materi-materi yang menjadi buruannya. Atas tingginya posisi sunnah Rasulullah SAW ini pulalah, banyak ulama semisal Imam Malik RH yang membiasakan untuk terlebih dahulu mandi, memakai wewangian, mengenakan pakaian terbaik, serta duduk dengan seksama dalam ruangan yang harum sebelum memulai periwayatan hadits-hadits. Imam Al-Bukhary RH bahkan mengharuskan dirinya untuk terlebih dahulu melaksanakan shalat Istikharah sebelum memutuskan peletakan setiap hadits dalam buku karyanya.

Kedua, siapa saja yang ingin memulai kegiatan studi Sunnah dan Ilmu Hadits juga perlu menyiapkan ketulusan niat dalam hatinya secara serius. Tujuan yang semestinya dijadikan sebagai fokus hati kita dalam mengkaji ilmu ini adalah untuk semata-mata meraih ridha Allah SWT—baik di Dunia maupun di Akhirat—sehingga target yang semestinya dikejar dalam hal ini adalah target-target yang mengarah pada tujuan itu berupa pengenalan yang memadai terhadap tokoh-tokoh Hadits, wawasan yang benar akan kaidah-kaidah Ilmu Hadits berikut penerapannya dalam menyeleksi validitas riwayat-riwayat, serta penguasaan yang mumpuni dan penerapan yang baik terhadap sunnah-sunnah Rasulullah SAW. Berdasarkan prinsip ini, pamrih-pamrih duniawi semisal harapan untuk meraih pujian orang lain terhadap diri kita, kenampak-pandaian kita di mata orang lain, dan imbalan-imbalan berupa harta, jabatan, dan janji-janji materialistik perlu untuk dijauhkan semaksimal mungkin dan dihapuskan sekuat tenaga dari hati kita sebelum, ketika, dan sesudah kita menjalankan kegiatan studi Sunnah dan Ilmu Hadits ini. Habib Ibnu Abi Tsabit, salah seorang guru Imam Ats-Tsaury pernah menolak untuk langsung menyampaikan sebuah hadits saat diminta. Ia mengatakan, "(Sebentar, saya perlu menunggu terlebih dahulu) sampai datang niat (yang tulus di dalam hati)."

Ketiga, Ilmu Hadits adalah ilmu yang cakupannya sangat luas sekaligus kandungannya sangat mendalam. Para ulama menyebutnya sebagai lautan yang tiada bertepi. Ribuan jilid buku ataupun puluhan tahun forum kajian Ilmu Hadits tidak akan cukup untuk merambah keseluruhan bentang laut ilmu ini ataupun menyelami dan menghimpun segenap mutiara yang dikandungnya, apatah lagi dengan sepaket serial studi singkat yang dilakukan oleh orang-orang biasa semacam kita. Oleh karena itu, perlu disadari bahwa apa yang akan kita dapatkan dalam kegiatan ini hanyalah laksana seteguk air saja dari limpahan samudera ilmu raksasa tersebut sehingga perlu untuk dilanjutkan dalam studi-studi berikutnya secara serius dan berkelanjutan bersama tokoh-tokoh yang mumpuni. Akan tetapi, sebisa mungkin kita akan mengambil unsur-unsur paling dasar dan materi-materi paling penting yang ada di dalamnya sehingga proses pengkajian lebih lanjut itu lebih mudah untuk dilakukan dan apabila tidak sempat dilakukan pun sudah terwakili beberapa aspeknya dalam serial kajian ini. Kata pepatah, tiada rotan akar pun jadi.

...

Demikian pendahuluan kita untuk awal kajian ini. Kita berdoa semoga Allah SWT senantiasa mencurahkan rahmat, petunjuk, panduan, keridhaan, dan keberkahan-Nya kepada kita semua dalam menjalankan serial kajian ini serta dalam menjalani roda kehidupan pada umumnya. Semoga shalawat serta salam dari Allah SWT juga senantiasa terlimpahkan kepada Nabi Muhammad—selaku suri teladan kita dan utusan pamungkas Allah SWT—beserta keluarga, shahabat, dan para pengikut beliau sampai akhir zaman.

 Setelah kita mengetahui kitab yang membicarakan 'ilal hadith, maka adalah terlebih baik untuk kita sedari bahawa ilmu dalam mengkelaskan hadith kepada taraf Dhoif, Hasan atau Shohih sangat berkait rapat dengan ilmu tersukar dalam bidang hadith dan juga yang terpenting iaitu ilmu Rijal atau ilmu mengenal perawi-perawi hadith. Ia juga dikenali sebagai ilmu al-Jarh wa at-ta'dil.

Sebelum mengemukakan kitab-kitab utama dalam bidang ini, elok bagi pembaca meneliti istilah yang digunakan dalam menghukum seseorang perawi. Al-Hafiz Ibn Hajar al-'asqolani telah membahagikan martabat perawi kepada 12 martabat, iaitu sebagai berikut :
MARTABAT PERTAMA : Para Sahabat, istilah sahabat menurut pemakaian ahli hadith adalah "Setiap Muslim yang bertemu Nabi SAW selepas kenabiannya dalam keadaan ia hidup dan ia mati dalam keimanan" ( Nuzhat al-Nazr, Ibn Hajar, ms 114, Takrif ini adalah yang tershohih dibina atas takrif dari Imam al-Bukhari, Imam Ahmad dll, Lihat Al-Isobah 1/11) . Takrif ini merangkumi syarat :

1. Muslim

2. Bertemu dengan Nabi SAW secara hidup.

3. Berlaku pertemuan dgn Nabi setelah Baginda menjadi Nabi.

4. Mati dalam keadaan Islam.
Mereka yang murtad tidak dikira.

Syarat ini terpakai kepada lelaki, wanita, kanak-kanak dan orang tua. Mereka berada di tahap yang tertinggi dalam martabat perawi, Ijma' ulama' mengakui akan adil mereka. Al-Khatib al-Baghdadi
menyatakan : "Adilnya para sahabat thabit serta diketahui dengan ta'dil dari Allah dan khabaran Allah tentang ke'adil'an mereka seBagaimana firman Allah dlm surah Al-Imran ayat 110, Surah al-Baqarah, ayat 143, Surah al-Fath ayat 18, Surah At-Tawbah ayat 100, Surah al-Anfal ayat 64." Semua ini membawa hukum qa'tie tentang adilnya mereka."

Antara kitab yang termasyhur menyebut tentang para sahabat adalah :

1. al-Isti'ab fi ma'rifat al-ashab, al-Hafiz Ibn Abd Barr al-Qurtubi (463 H). Ia disusun menurut huruf mu'jam.

2. Asadu al-Ghabat fi Makrifat al-Sahobat, Imam Ibn Athir (630 H), Mengumpulkan 7554 biografi sahabat. Disusun menurut huruf mu'jam. Bagaimanapun disebutkan bahawa ada yang terdapat di dalam kitabnya bukan dari kalangan sahabat. ( guru kami Prof . Dr Syeikh Ibarahim Al-Khalifa , Pakar Tafsir dari Univ AL-Azhar berkata sebutan betulnya adalah “Asadu al-Ghabat” )

3. Al-Isobah fi Tamyiz al-Sahobah, Al-Hafiz al-Imam Ibn Hajar al-'asqolani (852 H). Disusun menurut huruf mu'jam. Jumlah sahabat di dalam kitabnya mencecah 12,304 orang beserta biografi. Bagaimanapun juga terdapat yang bukan sahabat.

Jumlah Sahabat:

1. Imam as-Syafie menyebut jumlah muslimin ketika kewafatan Nabi seramai 60,000 orang. ( Lihat Ikhtisor 'Ulum al-Hadith)

2. Abu Zur'ah al-Razi menyebut : "Jumlah yang berada di Haji Wida' adalah seramai 40,000 orang, dan yang bersama Nabi semasa perang Tabuk seramai 70,000" ( Ikhtisor 'Ulum al-Hadith Ibn Kathir, (dgn syarah al-Baith al-Hathith- Syeikh Ahmad Syakir) ms 175, cet Dar al-Muayyid.)

Apapun, jumlah sahabat yang meriwayat hadith adalah terhad, Menurut al-Hafiz al-Hakim (sohib al-Mustadrak) iaitu sekitar 4000 orang sahaja, bagaimanapun al-Hafiz az-Zahabi menyatakan hanya lebih kurang 1500 orang dan tidak lebih dari 2000 orang.(Fath al-Mughis, al-Hafiz al-Iraqi, 3/124, cet 'alam al-Kutub)
 
Perbincangan berkenaan jumlah ini dipendekkan dengan pandang yang dianggap palling tepat iaitu:

Senarai perawi dari kalangan sahabat yang disusun oleh al-Imam Ibn Jauzi hanya mencecah 1858 orang. Bagaimanapun di antara mereka ada yang tidak sah sbg perawi.

Di dalam Musnad Ahmad hanya terdapat lebih kurang 1565 orang rawi sahaja dari kalangan sahabat.

Justeru yang paling hampir dgn kebenaran adalah yang disebut oleh al-Hafiz az-Zahabi, demikian menurut Prof. Dr Akram Dhia al-Umari dlm tahqiq kitab Baqi Muhlid al-Qurtubi, ms 151.
Sahabat yang terbanyak meriwayat hadith seperti berikut (Lihat al-Baith al-Hatith ms 85):

1. Abu Hurairah ra : 5374 hadith.

2. Abdullah Bin Umar (Ibn Umar ra) : 2630 hadith.

3. Anas Bin Malik ra :2286 hadith.

4. A'isyah Umm al-Mukminin ra : 2210 hadith.

5. Abdullah Ibn 'Abbas (Ibn 'Abbas) ra : 1660 hadith.

6. Jabir Bin Abdullah ra : 1540 hadith.

7. Abu Sa'id al-Khudri ra : 1170 hadith.

MARTABAT KEDUA :
Pujian dengan menggunakan ayat penguat seperti : awthaqu an-Naas, atau dengan perulangan secara lafaz spt : 'Thiqah Thiqah' , atau perulangan secara ma'na spt : 'thiqah hafidz'
MARTABAT KETIGA:
Kata pujian dengan sesuatu sifat tanpa perulangan spt : Thiqah, Mutqin, Thabat atau 'Adil.

MARTABAT KEEMPAT :
Disebut dengan kata spt : “saduq”, “La baksa bih”, “Laisa bihi baksun” ( MARTABAT INI KURANG SEDIKIT DARI TIGA MARTABAT DI ATAS).

MARTABAT KELIMA :
Disebut dengan kata spt : “Saduq sayyi’ al-Hifdz”, “Saduq yuhim” atau “lahu awham”, atau taghayyar biakharatin (biaahiratin) atau saduq yukhtik, begitu juga sesiap yang dituduh dengan apa jua bid'ah spt Syiah, Qadariyah, Jahmiyyah dll.

MARTABAT KEENAM :
Iaitu sesiapa yang tidak meriwayat hadith kecuali sedikit, seta tidak thabit pada riwayatnya, maka disebut dgn : Maqbul atau layyin al-hadith.

MARTABAT KETUJUH :
Diriwayat darinya lebih dari seorang tetapi ia tidak dipercayai atau tidak disebut apa2 tentangnya dari perawi yang mengambil darinya, maka tidak diketahui hal sebenarnya. Ia disebut dgn lafadz : Mastur, Majhul al-Hal.

MARTABAT KELAPAN :
Mereka yang tidak mendapat kepercayaan dari ahli hadith serta terdapat yang mengatakannya sbg dhoif wp tidak diperincikan. Mereka ini disebut dgn lafadz 'Dhoif.
MARTABAT KESEMBILAN :
Sesiapa yang hanya diriwayatkan darinya oleh seorg sahaja serta tidak dipercayai. Maka disebut Majhul.

MARTABAT KESEPULUH :
Sesiapa yang langsung tidak dipercayai, di dhoif kan dgn penjelasan. Mereka disebut Matruk, Matruk al-Hadith, Wahi al-Hadith atau saqit.
MARTABAT KESEBELAS :
Mereka yang ditohmah dgn pembohongan. Iaitu al-kizb.

MARTABAT KEDUA BELAS :
Mereka yang digelar pembohong (al-kizb) atau pereka hadith (al-wad')

Begitulah 12 maratib perawi hadith menurut Al-Hafiz Ibn Hajar al-'asqolani dalam kitabnya Taqrib al-Tahzib iaitu di bahagian muqaddimah.

Menurut Al-'Allamah al-Muhaddith al-Syeikh Ahmad Muhd Syakir, kumpulan 1-3 adalah shohih di peringkat tertinggi (bidzatihi), martabat di nombor 4 adalah shohih peringkat kedua (hasan lidzatihi).

Bagaimanapun setelah ditahqiqkan pandangan tersebut maka secara ringkasnya. Martabat 1-6 berada di peringkat ta'dil. Manakala bermula dari 7 ia adalah peringkat 'jarh'( Dr. Walid Hasan al-'Aani, Manhaj ad-Dirasat al-Asanid wa al-Hukm 'alaiha, cet Dar an-Nafais, ms 37).
Manakala seseorang perawi tidak akan di 'ta'dil' kan kecuali memunyai 2 perkara :

1. Beragama daan amanah, iaitu seorg Muslim, baligh, beraqal, serta terpelihara dari sebab2 fasiq dan mencalar maruah.

2. Dhobid dan itqan, iaitu meriwayat hadith sBagaimana yang didengarinya : dhobid terbahagi 2 iaitu dhobid sodr (hafalan) atau dhobid kitab (dgn tulisan). ( Dr Hammam Said, Tamhid fi 'ulum al-hadith, ms 152)

Bagi men'jarh' seseorang rawi maka disyaratkan setelah menyatakan ia sbg matruk contohnya, DISYARATKAN DISUSULI PENJELASAN SEPERTI SELALU LUPA dll.
 
Kitab-kitab utama yang mengandungi maklumat jarh dan ta'dil para perawi hadith adalah seperti berikut :

1. al-Jarh wa at-ta'dil, al-Imam Abi Hatim al-Razi (w 327 H)

2. al-Kamil fi dhu’afa, Al-Hafiz Ibn 'Adi (w ….)
3. Tahzib al-Kamal fi asma' ar-Rijal, al-Imam al-Mizzi (w 742 H)
Sebuah kitab khusus pada perawi-rawi kitab yang enam.

1. Tarikh al- Baghdad, al-Hafiz Ahmad Bin Ali al-Khatib.

2. Mizan al-I'tidal, Al-Imam Al-Hafiz Shamsuddin az-Zahabi (w 748 H).
Menggabungkan pendapat-pendapat imam sebelumnya serta ditambah dengan pandangannya secara peribadi terhadap seseorang perawi.

3. At-Takmil fi ma'rifat at-Thiqat wa dhu'afa' wa al-Majahil, Al-Hafiz Ibn Kathir (w 774 H) Gabungan antara Mizan al-I'tidal dan Tahzib al-Kamal. Beliau menyertakan juga tambahan-tambahan penting.

5. Tahzib al-Tahzib, Al-Hafiz Ibn Hajar al-'asqolani (852 H).

Beliau meringkaskan Tahzib al-Kamal serta membuat penambahan dan komentar yang penting.

6. Taqrib at-Tahzib, Al-Hafiz Ibn Hajar al-'asqolani (852 H), ringkasan kitab beliau sendiri.

7. Lisan al-Mizan fi naqd al-rijal, Al-Hafiz Ibn Hajar al-'asqolani (852 H), tambahan terhadap apa yang dinayatakan dlm kitab Mizan al-I'tidal. Dan ratusan lagi kitab yang mengandungi maklumt jarh dan ta'dil, bagaimanapun demkianlah antara kitab yang utama bagi rujukan para pembaca.
Dengan bantuan kitab-kitab ini, maka insyaAllah kita akan dapat mengetahui status hukum sesuatu hadith. Iaitu melalui penelitian terhadap para perawi.

Manakala bagi mereka yang agak kurang mempunyai masa untuk membuat penelitian tersebut, bolehlah merujuk kitab-kitab berikut bagi mengetahui hadith2 mawdu' dan dhoif. Antara kitab yang menyebut hadith mawdu' (hadith palsu serta rekaan) yang utama adalah :-

1. Al-Mawdu'at, Al-Imam al-Hafiz Jamal ad-Din Ibn al-Jawzi (597 H). Menggabungkan hadith2 mawdu' yang diambil dari kitab al-Kamil, Ibn 'adi, ad-Dhua'afak oleh Ibn Hibban, al-'Uqaiyli, abu al-Fath al-azdi, juga apa yang terdapat di dalam tafsir Ibn Mardawaih, ketiga 2 Mu'jam at-Tobrani, Ad-Darul Qutni, juga dari karangan Khatib al-Baghdadi, Ibn Nu'aim, Ibn Shahin, Tarikh al-Hakim.

Berkata Al-Hafiz al-Sakhawi: "Masih tertinggal banyak hadith mawdu' juga beliau merupakan orang yang mutasahil (beringan2) dalam menghukum hadith dalam kitab ini.
Beliau juga telah membawa hadith-hadith shohih serta dhoif ke tahap mawdu'".

Berkata al-Hafiz Ibn Hajar al-'asqolani : " Tasahul (sifat meringan-ringan dlm meletak hukum) ia juga tasahulnya al-Hakim menyebabkan ,menghilangkan manfaat dari kitab mereka berdua"( Muqaddimah al-Maqasid al-Hasanah, Al-Hafiz as-Sakhawi, oleh pentahqiq kitab).

Sehinggakan menurut ahli Hadith, Ibn Jawzi telah meletakkan hadith-hadith yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dan Muslim di dalam kitab Mawdu'aat oleh beliau.

2. Al-Laalik al-Masnu'ah fi al-ahadith al-Mawdu'ah, Al-Hafiz Jalaluddin al-Suyuti (911 H). Mengandungi banyak kandungan kitab al-Mawdu'at Ibn al-Jawzi serta tambahan2, juga membawakan kandungan dr Tarikh Ibn 'asakir, Ibn al-Najjar, Musnad Firdaus, al-Dailami, dll. Ia telah berperanan juga sebg pentahqiq tasahul Ibn Jawzi.

3. Tanzih as-Syari'ah al-Marfu'ah 'an al-akhbar as-Syani'ah al-Mawdu'ah, Al-Allamah al-Muhaddith Muhd Bin 'Iraq al-Kanani al-Syafie (963 H). Dianggap sbg kitab yang terlengkap, menggabungkan Ibn Jawzi dan al-Suyuti serta disusun menurut tertib keduanya. Ia juga dianggap sbg khulasah terhadap semua kitab mawdu'at, berserta tahqiq ilmi dan kajian yang lengkap. Dita'liq oleh Al-allamah al-Muhaddith Abdullah bin Muhd al-Ghumari bersama beberapa rakan2nya.

4. Al-Fawaid al-Majmu'ah, Abu Abdullah Muhd al-Syami al-Solihi (942 H).

5. Al-Habbat al-sunniat fi al-ahadith al-mawdu'at, al-Muhaddith Ali bin Sultan al-Qari (1014 H).

6. Al-Fawaid al-Majmu'ah, Al-Imam al-Qadhi Muhd bin Ali as-Syawkani (1250 H). Bagaimanapun terdapat dalamnya hadith2 shohih dan hasan. Beliau dianggap mutasyaddidin dalam hal mawdu'aat. Demikian dimaklumkan oleh Abd al-Hayy al-Laknowiyy.

7. Al-athar al-Marfu'ah fi al-ahadith al-Mawdu'ah, Abu al-Hasanat Abd al-Hayy al-Laknowiyy al-Hindi (1304 H).

8. Dhoif al-Jami' al-Shogir wa ziadatihi (al-Fath al-Kabir), dan juga Silsilah al-ahadith ad-dhoifah, Al-Allamah al-Muhaddith Muhd Nasiruddin al-Albani. Cetakan al-maktab al-Islami. Mengumpulkan lebih 30 kitab dari pelbagai ulama' mutaqaddimin dan mutakhirin.
Bagaimanapun kitab ini dan kitab-kitab tulisan al-Albani mendapat kritikan hebat dari Hasan Saqqaf.

Sebenarnya terdapat banyak lagi kitab-kitab yang ditulis dlm mendedahkan perihal kedhoifan dan mawdu' hadith, bagaimanapun cukuplah sekdr menyebut yang lebih kerap menjadi rujukan ilmiah, iaitu sebagaimana yang termaktub di atas.

Adalah baik juga kiranya disebutnya beberapa buah kitab yang mashyur tetapi sebenarnya mengandungi banyak hadith-hadith mawdu' dari sumber israiliyyat. Ianya seperti berikut :

1. Kitab-kitab karangan al-Waqidi, spt Futuh as-Syam serta lainnya.
2. Tanwir al-Miqbas, Tafsir Ibn Abbas, diriwayatkan dari sumber yang tidak dipercayai dan pembohong iaitu al-Kalabi dan As-Suddi dan al-Muqatil.
Demikian menurut Al-Imam as-Suyuti.
3. Qisosul al-Anbiak, al-Tha'labi.
4. Nuzhat al-Majalis, al-Sofuri
5. Ar-Rawd al-Faiq fi al-Mawaidz wa al-Raqaiq, Al-Harrifisyh. SBagaimana dimaklumkan oleh al-Bairuti. Dan lain-lain.
Sebagai akhirnya, disebutkan di sini beberapa kitab-kitab utama dalam 'ulum al-Hadith dan yang berkaitan dengannya :-

1. 'Ulum al-Hadith Muqaddimah Ibn Solah, al-Hafiz Ibn Solah (643 H).
2. Al-Ba'ith al-Hathith Syarh Ikhtisor 'ulum al-Hadith Ibn Kathir, al-Syeikh Ahmad Muhammad Syakir
3. Alfiyatul Hadith, Al-Hafiz al-'iraqi (860 H).
4. Al-Iqtirah, Al-Hafiz Ibn Daqiq al-'aid.
5. Al-Muqni', Ibn Mulaqqin.
6. Al-Nukat 'ala kitab Ibn Solah, Al-Hafiz Ibn Hajar (852 H)
7. Al-Tabshiroh wa al-Tazkirah, al-Hafiz al-Iraqi (860 H)
8. An-Nasikh wa al-Mansukh fi al-ahadith, Ibn Shahin (385 H).
9. An-Nihayah fi gharib al-Hadith wa al-athar, Al-Hafiz Ibn al-Athir (606 H).
10. As-Sunnah wa makanatuha fi at-Tasri' al-Islami, Dr Mustofa as-Siba'ie.
11. At-Tamhid fi 'ulum al-Hadith, Dr. Hammam Said.
12. At-Taqyid wa al-Idoh, Al-Hafiz al-Iraqi (860 H)
13. Fath al-Bari Syarh Shohih al-Bukhari, Al-Hafiz Ibn Hajar al-'asqolani.
14. Fath al-Mughis, Al-Hafiz as-Sakhawi (902 H).
15. Ikhtilaf al-Hadith, Al-Imam As-Syafie (204 H).
16. Ma'rifah 'Ulum al-Hadith, Muhd Bin Abdullah al-Hakim
17. Ma'rifat al-Sunan wa al-Athar, al-Imam al-Baihaqi al-Syafie (458 H)
18. Musykil al-Hadith wa bayanuh, Ibn Furak (406 H)
19. Nasbu al-Rayah, Al-Hafiz al-Zaila'ie (762 H)
20. Qawaid al-Tahdith min funun Mustolah al-Hadith, Al-Allamah Jamaluddin al-Qosimi (1332 H)
21. Syarh ma'ani al-Athar, al-Imam at-Tohawi al-Hanafi (321 H)
22. Syarh Nuhbatul al-Fikr Al-Hafiz Ibn Hajar al-'asqolani, Imam Ali Al-Qari (1014 H).
23. Syurut al-Aimmah al-Sittah, al-Hafiz Al-Maqdisi.
24. Tadrib al-Rawi, Al-Imam As-Suyuti (911 H).
25. Talkhis al-Khabir, al-Hafiz Ibn Hajar al-'Asqolani (852 H).
26. Tarikh at-Turath al-'arabi, Fuad Sazkin.
27. Tawjih al-Nazr Ila Usul al-Athar, Al-Jazairi ( 1332 H)
28. Zad al-Ma'ad, Al-Imam Ibn Al-Qayyim al-Hanbali (751 H).
Alhamdulillah, begitulah serba sedikit maklumat yang dapat didedahkan melalui penulisan ini, semoga ianya dapat memberikan manfaat kepada peminta ilmu-ilmu hadith serta para penuntut ilmu, terutamanya di peringkat permulaan dan pertengahan. Penulisan ini sudah tentunya tidak melengkapi sebahagian besar keperluan para pencinta ilmu hadith tetapi cukuplah bagi membuka ruang pertama dalam mengharungi ilmu Hadith yang cukup luas.

Sekiranaya ianya bertepatan dengan kebenaran maka datangnya dari Allah dan kiranya tersilap ianya dari kelemahan diri dan gangguan Syaitan.

Islam

Islam (Arab: al-islām, الإسلام Tentang suara ini dengarkan : "berserah diri kepada Tuhan") adalah agama yang mengimani satu Tuhan, yaitu Allah. Dengan lebih dari satu seperempat miliar orang pengikut di seluruh dunia, menjadikan Islam sebagai agama terbesar kedua di dunia setelah agama Kristen. Islam memiliki arti "penyerahan", atau penyerahan diri sepenuhnya kepada Tuhan (Arab: الله, Allāh). Pengikut ajaran Islam dikenal dengan sebutan Muslim yang berarti "seorang yang tunduk kepada Tuhan", atau lebih lengkapnya adalah Muslimin bagi laki-laki dan Muslimat bagi perempuan. Islam mengajarkan bahwa Allah menurunkan firman-Nya kepada manusia melalui para nabi dan rasul utusan-Nya, dan meyakini dengan sungguh-sungguh bahwa Muhammad adalah nabi dan rasul terakhir yang diutus ke dunia oleh Allah.

Aspek kebahasaan

Islam berasal dari kata Arab Aslama-Yuslimu-Islaman yang secara kebahasaan berarti 'Menyelamatkan' misal teks 'Assalamu Alaikum' yang berarti Semoga Keselamatan menyertai kalian semuanya. Islam/Islaman adalah Masdar/Kata benda sebagai bahasa penunjuk dari Fi'il/Kata kerja yaitu 'Aslama' =Telah Selamat (Past Tense) dan 'Yuslimu' =Menyelamatkan (Past Continous Tense)
Kata triliteral semitik 'S-L-M' menurunkan beberapa istilah terpenting dalam pemahaman mengenai keislaman, yaitu Islam dan Muslim. Kesemuanya berakar dari kata Salam yang berarti kedamaian. Kata Islam lebih spesifik lagi didapat dari bahasa Arab Aslama, yang bermakna "untuk menerima, menyerah atau tunduk" dan dalam pengertian yang lebih jauh kepada Tuhan.

Aspek kemanusiaan

Dengan demikian, Islam berarti penerimaan dari dan penyerahan diri kepada Tuhan, dan penganutnya harus menunjukkan ini dengan menyembah-Nya, menuruti perintah-Nya, dan menghindari politheisme. Perkataan ini memberikan beberapa maksud dari al-Qur’an. Dalam beberapa ayat, kualitas Islam sebagai kepercayaan ditegaskan: "Barangsiapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) Islam..." Ayat lain menghubungkan Islām dan dīn (lazimnya diterjemahkan sebagai "agama"): "...Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untukmu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu." Namun masih ada yang lain yang menggambarkan Islam itu sebagai perbuatan kembali kepada Tuhan-lebih dari hanya penyataan pengesahan keimanan.

Kepercayaan

Kepercayaan dasar Islam dapat ditemukan pada dua kalimah shahādatāin ("dua kalimat persaksian"), yaitu "asyhadu an-laa ilaaha illallaah, wa asyhadu anna muhammadan rasuulullaah" - yang berarti "Saya bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah, dan saya bersaksi bahwa Muhammad saw adalah utusan Allah". Esensinya adalah prinsip keesaan Tuhan dan pengakuan terhadap kenabian Muhammad. Adapun bila seseorang meyakini dan kemudian mengucapkan dua kalimat persaksian ini, ia dapat dianggap telah menjadi seorang muslim dalam status sebagai mualaf (orang yang baru masuk Islam dari kepercayaan lamanya).
Kaum Muslim percaya bahwa Allah mengutus Muhammad sebagai Nabi terakhir setelah diutusnya Nabi Isa 6 abad sebelumnya. Agama Islam mempercayai bahwa al-Qur'an dan Sunnah (setiap perkataan dan perbuatan Muhammad) sebagai sumber hukum dan peraturan hidup yang fundamental. Mereka tidak menganggap Muhammad sebagai pengasas agama baru, melainkan sebagai penerus dan pembaharu kepercayaan monoteistik yang diturunkan kepada Ibrahim, Musa, Isa, dan nabi oleh Tuhan yang sama. Islam menegaskan bahwa agama Yahudi dan Kristen belakangan setelah kepergian para nabinya telah membelokkan wahyu yang Tuhan berikan kepada nabi-nabi ini dengan mengubah teks dalam kitab suci, memperkenalkan intepretasi palsu, ataupun kedua-duanya.
Umat Islam juga meyakini al-Qur'an yang disampaikan oleh Allah kepada Muhammad. melalui perantara Malaikat Jibril adalah sempurna dan tidak ada keraguan di dalamnya (Al-Baqarah [2]:2). Di dalam al-Qur'an Allah juga telah berjanji akan menjaga keotentikan al-Qur'an hingga akhir zaman.
Adapun sebagaimana dinyatakan dalam al-Qur'an, umat Islam juga diwajibkan untuk beriman dan meyakini kebenaran kitab suci dan firman-Nya yang diturunkan sebelum al-Qur'an (Zabur, Taurat, Injil dan suhuf para nabi-nabi yang lain) melalui nabi dan rasul terdahulu sebelum Muhammad. Umat Islam juga percaya bahwa selain al-Qur'an, seluruh firman Allah terdahulu telah mengalami perubahan oleh manusia. Mengacu pada kalimat di atas, maka umat Islam meyakini bahwa al-Qur'an adalah satu-satunya kitab Allah yang benar-benar asli dan sebagai penyempurna kitab-kitab sebelumnya.
Umat Islam meyakini bahwa agama yang dianut oleh seluruh nabi dan rasul utusan Allah sejak masa Adam adalah satu agama yang sama dengan (tauhid|satu Tuhan yang sama), dengan demikian tentu saja Ibrahim juga menganut ketauhidan secara hanif (murni) yang menjadikannya seorang muslim. Pandangan ini meletakkan Islam bersama agama Yahudi dan Kristen dalam rumpun agama yang mempercayai Nabi Ibrahim as. Di dalam al-Qur'an, penganut Yahudi dan Kristen sering direferensikan sebagai Ahli Kitab atau orang-orang yang diberi kitab.

Lima Rukun Islam

Islam memberikan banyak amalan keagamaan. Para penganut umumnya digalakkan untuk memegang Lima Rukun Islam, yaitu lima pilar yang menyatukan Muslim sebagai sebuah komunitas. Tambahan dari Lima Rukun, hukum Islam (syariah) telah membangun tradisi perintah yang telah menyentuh pada hampir semua aspek kehidupan dan kemasyarakatan. Tradisi ini meliputi segalanya dari hal praktikal seperti kehalalan, perbankan, jihad dan zakat.
Isi dari kelima Rukun Islam itu adalah:
  1. Mengucapkan dua kalimah syahadat dan meyakini bahwa tidak ada yang berhak ditaati dan disembah dengan benar kecuali Allah saja dan meyakini bahwa Muhammad adalah hamba dan rasul Allah.
  2. Mendirikan salat wajib lima kali sehari.
  3. Berpuasa pada bulan Ramadan.
  4. Membayar zakat.
  5. Menunaikan ibadah haji bagi mereka yang mampu.

Enam Rukun Iman

Muslim juga mempercayai Rukun Iman yang terdiri atas 6 perkara yaitu:
  1. Iman kepada Allah
  2. Iman kepada malaikat Allah
  3. Iman kepada Kitab Allāh (Al-Qur'an, Injil, Taurat, Zabur dan suhuf)
  4. Iman kepada nabi dan rasul Allah
  5. Iman kepada hari kiamat
  6. Iman kepada qada dan qadar

Ajaran Islam

Hampir semua Muslim tergolong dalam salah satu dari dua mazhab terbesar, yaitu Sunni (85%) dan Syiah (15%). Permasalahan terjadi akibat perbedaan pandangan tentang siapa yang seharusnya memimpin kaum Muslim sesudah wafatnya Muhammad. Islam adalah agama predominan sepanjang Timur Tengah, juga di sebagian besar Afrika Utara dan Asia. Komunitas besar juga ditemui di Cina, Semenanjung Balkan di Eropa Timur dan Rusia. Terdapat juga sebagian besar komunitas imigran Muslim di bagian lain dunia, seperti Eropa Barat. Sekitar 20% Muslim tinggal di negara-negara Arab, 30% di subbenua India dan 15.6% di Indonesia, negara Muslim terbesar berdasar populasi.
Negara dengan mayoritas pemeluk Islam Sunni adalah Indonesia, Arab Saudi, dan Pakistan sedangkan negara dengan mayoritas Islam Syi'ah adalah Iran dan Irak. Doktrin antara Sunni dan Syi'ah berbeda pada masalah imamah (kepemimpinan) dan peletakan Ahlul Bait (keluarga keturunan Muhammad). Namun baik Sunni maupun Syi'ah secara umum berpandangan sama terhadap rukun Islam dan rukun Iman yang merupakan aspek fundamental keimanan dalam Islam walaupun dengan terminologi yang berbeda.

Allah

Konsep Islam teologikal fundamental ialah tauhid, yaitu kepercayaan tentang keesaan Tuhan. Istilah Arab untuk Tuhan ialah Ilāh; kebanyakan ilmuwan percaya kata Allah didapat dari penyingkatan dari kata al- (si) dan ʾilāh' (dewa, bentuk maskulin), bermaksud "Tuhan" (al-ilāh'), tetapi yang lain menjejakkan asal usulnya dari bahasa Aram Alāhā. Kata Allah juga adalah kata yang digunakan oleh orang Kristen (Nasrani) dan Yahudi Arab sebagai terjemahan dari ho theos dari Perjanjian Baru dan Septuaginta. Yang pertama dari Lima Rukun Islam, tauhid dituangkan dalam syahadat (pengakuan), yaitu bersaksi:
لا إله إلا الله محمد رسول الله
Tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah
Konsep tauhid ini dituangkan dengan jelas dan sederhana di dalam al-Qur'an pada Surah Al-Ikhlas yang terjemahannya adalah:
  1. Katakanlah: "Dia-lah Allah (Tuhan), Yang Maha Esa,
  2. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu,
  3. Dia tiada beranak dan tiada pula diperanakkan,
  4. dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia."
Nama "Allah" tidak memiliki bentuk jamak dan tidak diasosiasikan dengan jenis kelamin tertentu. Dalam Islam sebagaimana disampaikan dalam al-Qur'an dikatakan:
"(Dia) Pencipta langit dan bumi. Dia menjadikan bagi kamu dari jenis kamu sendiri pasangan-pasangan dan dari jenis binatang ternak pasangan- pasangan (pula), dijadikan-Nya kamu berkembang biak dengan jalan itu. Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah yang Maha Mendengar dan Melihat". (Asy-Syu'ara' [42]:11)
Allah adalah Nama Tuhan (ilah) dan satu-satunya Tuhan sebagaimana perkenalan-Nya kepada manusia melalui al-Quran :
"Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah salat untuk mengingat Aku". (Ta Ha [20]:14)
Pemakaian kata Allah secara linguistik mengindikasikan kesatuan. Umat Islam percaya bahwa Tuhan yang mereka sembah adalah sama dengan Tuhan umat Yahudi dan Nasrani, dalam hal ini adalah Tuhan Ibrahim. Namun, Islam menolak ajaran Kristen menyangkut paham Trinitas dimana hal ini dianggap Politeisme.
Mengutip al-Qur'an, An-Nisa' [4]:71:
"Wahai Ahli Kitab, janganlah kamu melampaui batas dalam agama dan janganlah kamu mengatakan terhadap Allah kecuali yang benar. Sesungguhnya al-Masih, Isa putra Maryam itu adalah utusan Allah dan (yang diciptakan dengan kalimat-Nya) yang disampaikannya kepada Maryam dan (dengan tiupan ) roh dari-Nya. Maka berimanlah kamu kepada Allah dan rasul-rasul-Nya. Dan janganlah kamu mengatakan :"Tuhan itu tiga", berhentilah dari ucapan itu. Itu lebih baik bagi kamu. Sesungguhnya Allah Tuhan yang Maha Esa. Maha suci Allah dari mempunyai anak, segala yang di langit dan di bumi adalah kepunyaan-Nya. Cukuplah Allah sebagai Pemelihara".
Dalam Islam, visualisasi atau penggambaran Tuhan tidak dapat dibenarkan, hal ini dilarang karena dapat berujung pada pemberhalaan dan justru penghinaan, karena Tuhan tidak serupa dengan apapun (Asy-Syu'ara' [42]:11). Sebagai gantinya, Islam menggambarkan Tuhan dalam 99 nama/gelar/julukan Tuhan (asma'ul husna) yang menggambarkan sifat ketuhanan-Nya sebagaimana terdapat pada al-Qur'an.

Al-Qur'an

Al-Fatihah merupakan surah pertama dalam Al-Qur'an
Al-Qur'an adalah kitab suci ummat Islam yang diwahyukan Allah kepada Muhammad melalui perantaraan Malaikat Jibril. Secara harfiah Qur'an berarti bacaan. Namun walau terdengar merujuk ke sebuah buku/kitab, ummat Islam merujuk Al-Qur'an sendiri lebih pada kata-kata atau kalimat di dalamnya, bukan pada bentuk fisiknya sebagai hasil cetakan.
Umat Islam percaya bahwa Al-Qur'an disampaikan kepada Muhammad melalui malaikat Jibril. Penurunannya sendiri terjadi secara bertahap antara tahun 610 hingga hingga wafatnya beliau 632 M. Walau Al-Qur'an lebih banyak ditransfer melalui hafalan, namun sebagai tambahan banyak pengikut Islam pada masa itu yang menuliskannya pada tulang, batu-batu dan dedaunan.
Umat Islam percaya bahwa Al-Qur'an yang ada saat ini persis sama dengan yang disampaikan kepada Muhammad, kemudian disampaikan lagi kepada pengikutnya, yang kemudian menghapalkan dan menulis isi Al Qur'an tersebut. Secara umum para ulama menyepakati bahwa versi Al-Qur'an yang ada saat ini pertama kali dikompilasi pada masa kekhalifahan Utsman bin Affan (khalifah Islam ke-3) yang berkisar antara 650 hingga 656 M. Utsman bin Affan kemudian mengirimkan duplikat dari versi kompilasi ini ke seluruh penjuru kekuasaan Islam pada masa itu dan memerintahkan agar semua versi selain itu dimusnahkan untuk keseragaman.
Al-Qur'an memiliki 114 surah , dan sejumlah 6.236 ayat (terdapat perbedaan tergantung cara menghitung). Hampir semua Muslim menghafal setidaknya beberapa bagian dari keseluruhan Al-Qur'an, mereka yang menghafal keseluruhan Al-Qur'an dikenal sebagai hafiz (jamak:huffaz). Pencapaian ini bukanlah sesuatu yang jarang, dipercayai bahwa saat ini terdapat jutaan penghapal Al-Qur'an diseluruh dunia. Di Indonesia ada lomba Musabaqah Tilawatil Qur'an yaitu lomba membaca Al-Qur'an dengan tartil atau baik dan benar. Yang membacakan disebut Qari (pria) atau Qariah (wanita).
Muslim juga percaya bahwa Al-Qur'an hanya berbahasa Arab. Hasil terjemahan dari Al-Qur'an ke berbagai bahasa tidak merupakan Al-Qur'an itu sendiri. Oleh karena itu terjemahan hanya memiliki kedudukan sebagai komentar terhadap Al-Qur'an ataupun bentuk usaha untuk mencari makna Al-Qur'an, tetapi bukan Al-Qur'an itu sendiri.

Nabi Muhammad S.A.W

Muhammad (570-632 M) adalah nabi terakhir dalam ajaran Islam dimana mengakui kenabiannya merupakan salah satu syarat untuk dapat disebut sebagai seorang muslim (lihat syahadat). Dalam Islam Muhammad tidak diposisikan sebagai seorang pembawa ajaran baru, melainkan merupakan penutup dari rangkaian nabi-nabi yang diturunkan sebelumnya.
Terlepas dari tingginya statusnya sebagai seorang Nabi, Muhammad dalam pandangan Islam adalah seorang manusia biasa. Namun setiap perkataan dan perilaku dalam kehidupannya dipercayai merupakan bentuk ideal dari seorang muslim. Oleh karena itu dalam Islam dikenal istilah hadits yakni kumpulan perkataan (sabda), perbuatan, ketetapan maupun persetujuan Muhammad. Hadits adalah teks utama (sumber hukum) kedua Islam setelah Al Qur'an.

Sejarah

Masa sebelum kedatangan Islam

Jazirah Arab sebelum kedatangan agama Islam merupakan sebuah kawasan perlintasan perdagangan dalam Jalan Sutera yang menghubungkan antara Indo Eropa dengan kawasan Asia di timur. Kebanyakan orang Arab merupakan penyembah berhala dan ada sebagian yang merupakan pengikut agama-agama Kristen dan Yahudi. Mekkah adalah tempat yang suci bagi bangsa Arab ketika itu, karena di sana terdapat berhala-berhala agama mereka, telaga Zamzam, dan yang terpenting adalah Ka'bah. Masyarakat ini disebut pula Jahiliyah atau dalam artian lain bodoh. Bodoh disini bukan dalam intelegensianya namun dalam pemikiran moral. Warga Quraisy terkenal dengan masyarakat yang suka berpuisi. Mereka menjadikan puisi sebagai salah satu hiburan disaat berkumpul di tempat-tempat ramai.

Masa awal

Negara-negara dengan populasi Muslim mencapai 10% (hijau dengan dominan sunni, merah dengan dominan syi'ah) (Sumber - CIA World Factbook, 2004).
Islam bermula pada tahun 611 ketika wahyu pertama diturunkan kepada rasul yang terakhir yaitu Muhammad bin Abdullah di Gua Hira', Arab Saudi.
Muhammad dilahirkan di Mekkah pada tanggal 12 Rabiul Awal Tahun Gajah (571 masehi). Ia dilahirkan di tengah-tengah suku Quraish pada zaman jahiliyah, dalam kehidupan suku-suku padang pasir yang suka berperang dan menyembah berhala. Muhammad dilahirkan dalam keadaan yatim, sebab ayahnya Abdullah wafat ketika ia masih berada di dalam kandungan. Pada saat usianya masih 6 tahun, ibunya Aminah meninggal dunia. Sepeninggalan ibunya, Muhammad dibesarkan oleh kakeknya Abdul Muthalib dan dilanjutkan oleh pamannya yaitu Abu Talib. Muhammad kemudian menikah dengan seorang janda bernama Siti Khadijah dan menjalani kehidupan secara sederhana.

As-Sabiqun al-Awwalun

Ketika Muhammad berusia 40 tahun, ia mulai mendapatkan wahyu yang disampaikan Malaikat Jibril, dan sesudahnya selama beberapa waktu mulai mengajarkan ajaran Islam secara tertutup kepada para sahabatnya. Setelah tiga tahun menyebarkan Islam secara sembunyi-sembunyi, ia akhirnya menyampaikan ajaran Islam secara terbuka kepada seluruh penduduk Mekkah, yang mana sebagian menerima dan sebagian lainnya menentangnya.
Pada tahun 622 Masehi, Muhammad dan pengikutnya berpindah ke Madinah. Peristiwa ini disebut Hijrah, peristiwa itu menjadi dasar acuan permulaan perhitungan kalender Islam. Di Madinah, Muhammad dapat menyatukan orang-orang anshar (kaum muslimin dari Madinah) dan muhajirin (kaum muslimin dari Mekkah), sehingga umat Islam semakin menguat. Dalam setiap peperangan yang dilakukan melawan orang-orang kafir, umat Islam selalu mendapatkan kemenangan. Dalam fase awal ini, tak terhindarkan terjadinya perang antara Mekkah dan Madinah.
Keunggulan diplomasi nabi Muhammad pada saat perjanjian Hudaibiyah, menyebabkan umat Islam memasuki fase yang sangat menentukan. Banyak penduduk Mekkah yang sebelumnya menjadi musuh kemudian berbalik memeluk Islam, sehingga ketika penaklukan kota Mekkah oleh umat Islam tidak terjadi pertumpahan darah. Ketika Muhammad wafat, hampir seluruh Jazirah Arab telah memeluk agama Islam.

Khalifah Rasyidin

Khalifah Rasyidin atau Khulafaur Rasyidin memilki arti pemimpin yang diberi petunjuk, diawali dengan kepemimpinan Abu Bakar, dan dilanjutkan oleh kepemimpinan Umar bin Khattab, Utsman bin Affan dan Ali bin Abu Thalib. Pada masa ini umat Islam mencapai kestabilan politik dan ekonomi. Abu Bakar memperkuat dasar-dasar kenegaraan umat Islam dan mengatasi pemberontakan beberapa suku-suku Arab yang terjadi setelah meninggalnya Muhammad. Umar bin Khattab, Utsman bin Affan dan Ali bin Abu Thalib berhasil memimpin balatentara dan kaum Muslimin pada umumnya untuk mendakwahkan Islam, terutama ke Syam, Mesir, dan Irak. Dengan takluknya negeri-negeri tersebut, banyak harta rampasan perang dan wilayah kekuasaan yang dapat diraih oleh umat Islam.

Masa kekhalifahan selanjutnya

Setelah periode Khalifah Rasyidin, kepemimpinan umat Islam berganti dari tangan ke tangan dengan pemimpinnya yang juga disebut "khalifah", atau kadang-kadang disebut "amirul mukminin", "sultan", dan sebagainya. Pada periode ini khalifah tidak lagi ditentukan berdasarkan orang yang terbaik di kalangan umat Islam, melainkan secara turun-temurun dalam satu dinasti (bahasa Arab: bani) sehingga banyak yang menyamakannya dengan kerajaan; misalnya kekhalifahan Bani Umayyah, Bani Abbasiyyah, hingga Bani Utsmaniyyah yang kesemuanya diwariskan berdasarkan keturunan.
Besarnya kekuasaan kekhalifahan Islam telah menjadikannya salah satu kekuatan politik yang terkuat dan terbesar di dunia pada saat itu. Timbulnya tempat-tempat pembelajaran ilmu-ilmu agama, filsafat, sains, dan tata bahasa Arab di berbagai wilayah dunia Islam telah mewujudkan satu kontinuitas kebudayaan Islam yang agung. Banyak ahli-ahli ilmu pengetahuan bermunculan dari berbagai negeri-negeri Islam, terutamanya pada zaman keemasan Islam sekitar abad ke-7 sampai abad ke-13 masehi.
Luasnya wilayah penyebaran agama Islam dan terpecahnya kekuasaan kekhalifahan yang sudah dimulai sejak abad ke-8, menyebabkan munculnya berbagai otoritas-otoritas kekuasaan terpisah yang berbentuk "kesultanan"; misalnya Kesultanan Safawi, Kesultanan Turki Seljuk, Kesultanan Mughal, Kesultanan Samudera Pasai dan Kesultanan Malaka, yang telah menjadi kesultanan-kesultanan yang memiliki kekuasaan yang kuat dan terkenal di dunia. Meskipun memiliki kekuasaan terpisah, kesultanan-kesultanan tersebut secara nominal masih menghormati dan menganggap diri mereka bagian dari kekhalifahan Islam.
Pada kurun ke-18 dan ke-19 masehi, banyak kawasan-kawasan Islam jatuh ke tangan penjajah Eropa. Kesultanan Utsmaniyyah (Kerajaan Ottoman) yang secara nominal dianggap sebagai kekhalifahan Islam terakhir, akhirnya tumbang selepas Perang Dunia I. Kerajaan ottoman pada saat itu dipimpin oleh Sultan Muhammad V. Karena dianggap kurang tegas oleh kaum pemuda Turki yang di pimpin oleh mustafa kemal pasha atau kemal attaturk, sistem kerajaan dirombak dan diganti menjadi republik.

Demografi

Saat ini diperkirakan terdapat antara 1.250 juta hingga 1,4 miliar umat Muslim yang tersebar di seluruh dunia. Dari jumlah tersebut sekitar 18% hidup di negara-negara Arab, 20% di Afrika, 20% di Asia Tenggara, 30% di Asia Selatan yakni Pakistan, India dan Bangladesh. Populasi Muslim terbesar dalam satu negara dapat dijumpai di Indonesia. Populasi Muslim juga dapat ditemukan dalam jumlah yang signifikan di Republik Rakyat Cina, Amerika Serikat, Eropa, Asia Tengah, dan Rusia.
Pertumbuhan Muslim sendiri diyakini mencapai 2,9% per tahun, sementara pertumbuhan penduduk dunia hanya mencapai 2,3%. Besaran ini menjadikan Islam sebagai agama dengan pertumbuhan pemeluk yang tergolong cepat di dunia. [1]. Beberapa pendapat menghubungkan pertumbuhan ini dengan tingginya angka kelahiran di banyak negara Islam (enam dari sepuluh negara di dunia dengan angka kelahiran tertinggi di dunia adalah negara dengan mayoritas Muslim [2]. Namun belum lama ini, sebuah studi demografi telah menyatakan bahwa angka kelahiran negara Muslim menurun hingga ke tingkat negara Barat. [3]

Hari Besar dalam islam

  • Idhul Adha / Idul Qurban
  • Idhul Fitri
  • Hari Jumat

Tempat ibadah

Rumah ibadat umat Muslim disebut masjid atau mesjid. Ibadah yang biasa dilakukan di Masjid antara lain salat berjama'ah, ceramah agama, perayaan hari besar, diskusi agama, belajar mengaji (membaca Al-Qur'an) dan lain sebagainya.

Daftar pustaka

Buku dan jurnal

  • William H. McNeill, Jerry H. Bentley, David Christian, ed. (2005). Berkshire Encyclopedia of World History. Berkshire Publishing Group. ISBN 978-0-9743091-0-1.
  • Gabriel Oussani, ed. (1910). Catholic Encyclopedia.
  • Paul Lagasse, Lora Goldman, Archie Hobson, Susan R. Norton, ed. (2000). The Columbia Encyclopedia (6th ed.). Gale Group. ISBN 978-1-59339-236-9.
  • Encyclopaedia Britannica Online. Encyclopaedia Britannica, Inc.
  • Erwin Fahlbusch, William Geoffrey Bromiley, ed. (2001). Encyclopedia of Christianity (1st ed.). Eerdmans Publishing Company, and Brill. ISBN 0-8028-2414-5.
  • John Bowden, ed. (2005). Encyclopedia of Christianity (1st ed.). Oxford University Press. ISBN 0-19-522393-4.
  • George Thomas Kurian, Graham T. T. Molitor, ed. (1995). Encyclopedia of the Future. MacMillan Reference Books. ISBN 978-0-02-897205-3.
  • P.J. Bearman, Th. Bianquis, C.E. Bosworth, E. van Donzel, W.P. Heinrichs (ed.). Encyclopaedia of Islam Online. Brill Academic Publishers. ISSN 1573-3912.
  • Richard C. Martin, Said Amir Arjomand, Marcia Hermansen, Abdulkader Tayob, Rochelle Davis, John Obert Voll, ed. (2003). Encyclopedia of Islam and the Muslim World. MacMillan Reference Books. ISBN 978-0-02-865603-8.
  • Jane Dammen McAuliffe (ed.). Encyclopaedia of the Qur'an Online. Brill Academic Publishers.
  • Lindsay Jones, ed. (2005). Encyclopedia of Religion (2nd ed.). MacMillan Reference Books. ISBN 978-0-02-865733-2.
  • Salamone Frank, ed. (2004). Encyclopedia of Religious Rites, Rituals, and Festivals (1st ed.). Routledge. ISBN 978-0-415-94180-8.
  • Peter N. Stearns, ed. (2000). The Encyclopedia of World History Online (6th ed.). Bartleby.
  • Josef W. Meri, ed. (2005). Medieval Islamic Civilization: An Encyclopedia. Routledge. ISBN 0-415-96690-6.