Jumat, 03 Mei 2013

Ilmu Hadits


Segala puji bagi Allah SWT semata dan shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada Rasulullah beserta keluarga, para shahabat, serta segenap pengikut beliau sampai Hari Kiamat nanti.

Para asatidz dan rekan-rekan sekalian yang saya hormati dan saya cintai—semoga rasa hormat dan cinta ini tulus karena Allah semata sehingga akan berbuah himpunan di dalam Surga, amin.

Insyaallah mulai pekan dan hari ini kita akan mulai serial studi singkat kita dalam Ilmu Hadits. Harap maklum bahwa selaku pemandu kajian saya bukanlah seorang pakar apalagi ulama di bidang ini. Jadi, jangan sekali-kali menganggap saya sebagai guru Antum di kajian ini. Derajat saya hanyalah sekadar rekan belajar yang sama-sama memiliki semangat besar untuk memahami dan mendalami ilmu ini.

Sebelum kita mulai serial ini, ada beberapa hal yang perlu untuk saya sampaikan:

Pertama, mempelajari Agama dan ilmu-ilmu Agama adalah sebuah kegiatan mulia sekaligus ibadah yang tinggi keagungannya. Ilmu Hadits, pada khususnya, adalah salah satu ilmu Agama yang memiliki kedudukan yang sangat utama sekaligus nilai yang sangat sentral. Dengan ilmu inilah kita secara otentik bisa mengetahui sunnah-sunnah Rasulullah SAW—yang merupakan penjelas ayat-ayat Al-Quran sekaligus panduan detail ajaran-ajaran Islam—membedakannya dengan laporan-laporan mengenai sunnah beliau yang palsu dan tidak otentik. Oleh karena itu, siapa saja yang ingin mempelajari Sunnah dan Ilmu Hadits perlu untuk menyadari pentingnya bidang yang akan ia dalami dan agungnya materi-materi yang menjadi buruannya. Atas tingginya posisi sunnah Rasulullah SAW ini pulalah, banyak ulama semisal Imam Malik RH yang membiasakan untuk terlebih dahulu mandi, memakai wewangian, mengenakan pakaian terbaik, serta duduk dengan seksama dalam ruangan yang harum sebelum memulai periwayatan hadits-hadits. Imam Al-Bukhary RH bahkan mengharuskan dirinya untuk terlebih dahulu melaksanakan shalat Istikharah sebelum memutuskan peletakan setiap hadits dalam buku karyanya.

Kedua, siapa saja yang ingin memulai kegiatan studi Sunnah dan Ilmu Hadits juga perlu menyiapkan ketulusan niat dalam hatinya secara serius. Tujuan yang semestinya dijadikan sebagai fokus hati kita dalam mengkaji ilmu ini adalah untuk semata-mata meraih ridha Allah SWT—baik di Dunia maupun di Akhirat—sehingga target yang semestinya dikejar dalam hal ini adalah target-target yang mengarah pada tujuan itu berupa pengenalan yang memadai terhadap tokoh-tokoh Hadits, wawasan yang benar akan kaidah-kaidah Ilmu Hadits berikut penerapannya dalam menyeleksi validitas riwayat-riwayat, serta penguasaan yang mumpuni dan penerapan yang baik terhadap sunnah-sunnah Rasulullah SAW. Berdasarkan prinsip ini, pamrih-pamrih duniawi semisal harapan untuk meraih pujian orang lain terhadap diri kita, kenampak-pandaian kita di mata orang lain, dan imbalan-imbalan berupa harta, jabatan, dan janji-janji materialistik perlu untuk dijauhkan semaksimal mungkin dan dihapuskan sekuat tenaga dari hati kita sebelum, ketika, dan sesudah kita menjalankan kegiatan studi Sunnah dan Ilmu Hadits ini. Habib Ibnu Abi Tsabit, salah seorang guru Imam Ats-Tsaury pernah menolak untuk langsung menyampaikan sebuah hadits saat diminta. Ia mengatakan, "(Sebentar, saya perlu menunggu terlebih dahulu) sampai datang niat (yang tulus di dalam hati)."

Ketiga, Ilmu Hadits adalah ilmu yang cakupannya sangat luas sekaligus kandungannya sangat mendalam. Para ulama menyebutnya sebagai lautan yang tiada bertepi. Ribuan jilid buku ataupun puluhan tahun forum kajian Ilmu Hadits tidak akan cukup untuk merambah keseluruhan bentang laut ilmu ini ataupun menyelami dan menghimpun segenap mutiara yang dikandungnya, apatah lagi dengan sepaket serial studi singkat yang dilakukan oleh orang-orang biasa semacam kita. Oleh karena itu, perlu disadari bahwa apa yang akan kita dapatkan dalam kegiatan ini hanyalah laksana seteguk air saja dari limpahan samudera ilmu raksasa tersebut sehingga perlu untuk dilanjutkan dalam studi-studi berikutnya secara serius dan berkelanjutan bersama tokoh-tokoh yang mumpuni. Akan tetapi, sebisa mungkin kita akan mengambil unsur-unsur paling dasar dan materi-materi paling penting yang ada di dalamnya sehingga proses pengkajian lebih lanjut itu lebih mudah untuk dilakukan dan apabila tidak sempat dilakukan pun sudah terwakili beberapa aspeknya dalam serial kajian ini. Kata pepatah, tiada rotan akar pun jadi.

...

Demikian pendahuluan kita untuk awal kajian ini. Kita berdoa semoga Allah SWT senantiasa mencurahkan rahmat, petunjuk, panduan, keridhaan, dan keberkahan-Nya kepada kita semua dalam menjalankan serial kajian ini serta dalam menjalani roda kehidupan pada umumnya. Semoga shalawat serta salam dari Allah SWT juga senantiasa terlimpahkan kepada Nabi Muhammad—selaku suri teladan kita dan utusan pamungkas Allah SWT—beserta keluarga, shahabat, dan para pengikut beliau sampai akhir zaman.

 Setelah kita mengetahui kitab yang membicarakan 'ilal hadith, maka adalah terlebih baik untuk kita sedari bahawa ilmu dalam mengkelaskan hadith kepada taraf Dhoif, Hasan atau Shohih sangat berkait rapat dengan ilmu tersukar dalam bidang hadith dan juga yang terpenting iaitu ilmu Rijal atau ilmu mengenal perawi-perawi hadith. Ia juga dikenali sebagai ilmu al-Jarh wa at-ta'dil.

Sebelum mengemukakan kitab-kitab utama dalam bidang ini, elok bagi pembaca meneliti istilah yang digunakan dalam menghukum seseorang perawi. Al-Hafiz Ibn Hajar al-'asqolani telah membahagikan martabat perawi kepada 12 martabat, iaitu sebagai berikut :
MARTABAT PERTAMA : Para Sahabat, istilah sahabat menurut pemakaian ahli hadith adalah "Setiap Muslim yang bertemu Nabi SAW selepas kenabiannya dalam keadaan ia hidup dan ia mati dalam keimanan" ( Nuzhat al-Nazr, Ibn Hajar, ms 114, Takrif ini adalah yang tershohih dibina atas takrif dari Imam al-Bukhari, Imam Ahmad dll, Lihat Al-Isobah 1/11) . Takrif ini merangkumi syarat :

1. Muslim

2. Bertemu dengan Nabi SAW secara hidup.

3. Berlaku pertemuan dgn Nabi setelah Baginda menjadi Nabi.

4. Mati dalam keadaan Islam.
Mereka yang murtad tidak dikira.

Syarat ini terpakai kepada lelaki, wanita, kanak-kanak dan orang tua. Mereka berada di tahap yang tertinggi dalam martabat perawi, Ijma' ulama' mengakui akan adil mereka. Al-Khatib al-Baghdadi
menyatakan : "Adilnya para sahabat thabit serta diketahui dengan ta'dil dari Allah dan khabaran Allah tentang ke'adil'an mereka seBagaimana firman Allah dlm surah Al-Imran ayat 110, Surah al-Baqarah, ayat 143, Surah al-Fath ayat 18, Surah At-Tawbah ayat 100, Surah al-Anfal ayat 64." Semua ini membawa hukum qa'tie tentang adilnya mereka."

Antara kitab yang termasyhur menyebut tentang para sahabat adalah :

1. al-Isti'ab fi ma'rifat al-ashab, al-Hafiz Ibn Abd Barr al-Qurtubi (463 H). Ia disusun menurut huruf mu'jam.

2. Asadu al-Ghabat fi Makrifat al-Sahobat, Imam Ibn Athir (630 H), Mengumpulkan 7554 biografi sahabat. Disusun menurut huruf mu'jam. Bagaimanapun disebutkan bahawa ada yang terdapat di dalam kitabnya bukan dari kalangan sahabat. ( guru kami Prof . Dr Syeikh Ibarahim Al-Khalifa , Pakar Tafsir dari Univ AL-Azhar berkata sebutan betulnya adalah “Asadu al-Ghabat” )

3. Al-Isobah fi Tamyiz al-Sahobah, Al-Hafiz al-Imam Ibn Hajar al-'asqolani (852 H). Disusun menurut huruf mu'jam. Jumlah sahabat di dalam kitabnya mencecah 12,304 orang beserta biografi. Bagaimanapun juga terdapat yang bukan sahabat.

Jumlah Sahabat:

1. Imam as-Syafie menyebut jumlah muslimin ketika kewafatan Nabi seramai 60,000 orang. ( Lihat Ikhtisor 'Ulum al-Hadith)

2. Abu Zur'ah al-Razi menyebut : "Jumlah yang berada di Haji Wida' adalah seramai 40,000 orang, dan yang bersama Nabi semasa perang Tabuk seramai 70,000" ( Ikhtisor 'Ulum al-Hadith Ibn Kathir, (dgn syarah al-Baith al-Hathith- Syeikh Ahmad Syakir) ms 175, cet Dar al-Muayyid.)

Apapun, jumlah sahabat yang meriwayat hadith adalah terhad, Menurut al-Hafiz al-Hakim (sohib al-Mustadrak) iaitu sekitar 4000 orang sahaja, bagaimanapun al-Hafiz az-Zahabi menyatakan hanya lebih kurang 1500 orang dan tidak lebih dari 2000 orang.(Fath al-Mughis, al-Hafiz al-Iraqi, 3/124, cet 'alam al-Kutub)
 
Perbincangan berkenaan jumlah ini dipendekkan dengan pandang yang dianggap palling tepat iaitu:

Senarai perawi dari kalangan sahabat yang disusun oleh al-Imam Ibn Jauzi hanya mencecah 1858 orang. Bagaimanapun di antara mereka ada yang tidak sah sbg perawi.

Di dalam Musnad Ahmad hanya terdapat lebih kurang 1565 orang rawi sahaja dari kalangan sahabat.

Justeru yang paling hampir dgn kebenaran adalah yang disebut oleh al-Hafiz az-Zahabi, demikian menurut Prof. Dr Akram Dhia al-Umari dlm tahqiq kitab Baqi Muhlid al-Qurtubi, ms 151.
Sahabat yang terbanyak meriwayat hadith seperti berikut (Lihat al-Baith al-Hatith ms 85):

1. Abu Hurairah ra : 5374 hadith.

2. Abdullah Bin Umar (Ibn Umar ra) : 2630 hadith.

3. Anas Bin Malik ra :2286 hadith.

4. A'isyah Umm al-Mukminin ra : 2210 hadith.

5. Abdullah Ibn 'Abbas (Ibn 'Abbas) ra : 1660 hadith.

6. Jabir Bin Abdullah ra : 1540 hadith.

7. Abu Sa'id al-Khudri ra : 1170 hadith.

MARTABAT KEDUA :
Pujian dengan menggunakan ayat penguat seperti : awthaqu an-Naas, atau dengan perulangan secara lafaz spt : 'Thiqah Thiqah' , atau perulangan secara ma'na spt : 'thiqah hafidz'
MARTABAT KETIGA:
Kata pujian dengan sesuatu sifat tanpa perulangan spt : Thiqah, Mutqin, Thabat atau 'Adil.

MARTABAT KEEMPAT :
Disebut dengan kata spt : “saduq”, “La baksa bih”, “Laisa bihi baksun” ( MARTABAT INI KURANG SEDIKIT DARI TIGA MARTABAT DI ATAS).

MARTABAT KELIMA :
Disebut dengan kata spt : “Saduq sayyi’ al-Hifdz”, “Saduq yuhim” atau “lahu awham”, atau taghayyar biakharatin (biaahiratin) atau saduq yukhtik, begitu juga sesiap yang dituduh dengan apa jua bid'ah spt Syiah, Qadariyah, Jahmiyyah dll.

MARTABAT KEENAM :
Iaitu sesiapa yang tidak meriwayat hadith kecuali sedikit, seta tidak thabit pada riwayatnya, maka disebut dgn : Maqbul atau layyin al-hadith.

MARTABAT KETUJUH :
Diriwayat darinya lebih dari seorang tetapi ia tidak dipercayai atau tidak disebut apa2 tentangnya dari perawi yang mengambil darinya, maka tidak diketahui hal sebenarnya. Ia disebut dgn lafadz : Mastur, Majhul al-Hal.

MARTABAT KELAPAN :
Mereka yang tidak mendapat kepercayaan dari ahli hadith serta terdapat yang mengatakannya sbg dhoif wp tidak diperincikan. Mereka ini disebut dgn lafadz 'Dhoif.
MARTABAT KESEMBILAN :
Sesiapa yang hanya diriwayatkan darinya oleh seorg sahaja serta tidak dipercayai. Maka disebut Majhul.

MARTABAT KESEPULUH :
Sesiapa yang langsung tidak dipercayai, di dhoif kan dgn penjelasan. Mereka disebut Matruk, Matruk al-Hadith, Wahi al-Hadith atau saqit.
MARTABAT KESEBELAS :
Mereka yang ditohmah dgn pembohongan. Iaitu al-kizb.

MARTABAT KEDUA BELAS :
Mereka yang digelar pembohong (al-kizb) atau pereka hadith (al-wad')

Begitulah 12 maratib perawi hadith menurut Al-Hafiz Ibn Hajar al-'asqolani dalam kitabnya Taqrib al-Tahzib iaitu di bahagian muqaddimah.

Menurut Al-'Allamah al-Muhaddith al-Syeikh Ahmad Muhd Syakir, kumpulan 1-3 adalah shohih di peringkat tertinggi (bidzatihi), martabat di nombor 4 adalah shohih peringkat kedua (hasan lidzatihi).

Bagaimanapun setelah ditahqiqkan pandangan tersebut maka secara ringkasnya. Martabat 1-6 berada di peringkat ta'dil. Manakala bermula dari 7 ia adalah peringkat 'jarh'( Dr. Walid Hasan al-'Aani, Manhaj ad-Dirasat al-Asanid wa al-Hukm 'alaiha, cet Dar an-Nafais, ms 37).
Manakala seseorang perawi tidak akan di 'ta'dil' kan kecuali memunyai 2 perkara :

1. Beragama daan amanah, iaitu seorg Muslim, baligh, beraqal, serta terpelihara dari sebab2 fasiq dan mencalar maruah.

2. Dhobid dan itqan, iaitu meriwayat hadith sBagaimana yang didengarinya : dhobid terbahagi 2 iaitu dhobid sodr (hafalan) atau dhobid kitab (dgn tulisan). ( Dr Hammam Said, Tamhid fi 'ulum al-hadith, ms 152)

Bagi men'jarh' seseorang rawi maka disyaratkan setelah menyatakan ia sbg matruk contohnya, DISYARATKAN DISUSULI PENJELASAN SEPERTI SELALU LUPA dll.
 
Kitab-kitab utama yang mengandungi maklumat jarh dan ta'dil para perawi hadith adalah seperti berikut :

1. al-Jarh wa at-ta'dil, al-Imam Abi Hatim al-Razi (w 327 H)

2. al-Kamil fi dhu’afa, Al-Hafiz Ibn 'Adi (w ….)
3. Tahzib al-Kamal fi asma' ar-Rijal, al-Imam al-Mizzi (w 742 H)
Sebuah kitab khusus pada perawi-rawi kitab yang enam.

1. Tarikh al- Baghdad, al-Hafiz Ahmad Bin Ali al-Khatib.

2. Mizan al-I'tidal, Al-Imam Al-Hafiz Shamsuddin az-Zahabi (w 748 H).
Menggabungkan pendapat-pendapat imam sebelumnya serta ditambah dengan pandangannya secara peribadi terhadap seseorang perawi.

3. At-Takmil fi ma'rifat at-Thiqat wa dhu'afa' wa al-Majahil, Al-Hafiz Ibn Kathir (w 774 H) Gabungan antara Mizan al-I'tidal dan Tahzib al-Kamal. Beliau menyertakan juga tambahan-tambahan penting.

5. Tahzib al-Tahzib, Al-Hafiz Ibn Hajar al-'asqolani (852 H).

Beliau meringkaskan Tahzib al-Kamal serta membuat penambahan dan komentar yang penting.

6. Taqrib at-Tahzib, Al-Hafiz Ibn Hajar al-'asqolani (852 H), ringkasan kitab beliau sendiri.

7. Lisan al-Mizan fi naqd al-rijal, Al-Hafiz Ibn Hajar al-'asqolani (852 H), tambahan terhadap apa yang dinayatakan dlm kitab Mizan al-I'tidal. Dan ratusan lagi kitab yang mengandungi maklumt jarh dan ta'dil, bagaimanapun demkianlah antara kitab yang utama bagi rujukan para pembaca.
Dengan bantuan kitab-kitab ini, maka insyaAllah kita akan dapat mengetahui status hukum sesuatu hadith. Iaitu melalui penelitian terhadap para perawi.

Manakala bagi mereka yang agak kurang mempunyai masa untuk membuat penelitian tersebut, bolehlah merujuk kitab-kitab berikut bagi mengetahui hadith2 mawdu' dan dhoif. Antara kitab yang menyebut hadith mawdu' (hadith palsu serta rekaan) yang utama adalah :-

1. Al-Mawdu'at, Al-Imam al-Hafiz Jamal ad-Din Ibn al-Jawzi (597 H). Menggabungkan hadith2 mawdu' yang diambil dari kitab al-Kamil, Ibn 'adi, ad-Dhua'afak oleh Ibn Hibban, al-'Uqaiyli, abu al-Fath al-azdi, juga apa yang terdapat di dalam tafsir Ibn Mardawaih, ketiga 2 Mu'jam at-Tobrani, Ad-Darul Qutni, juga dari karangan Khatib al-Baghdadi, Ibn Nu'aim, Ibn Shahin, Tarikh al-Hakim.

Berkata Al-Hafiz al-Sakhawi: "Masih tertinggal banyak hadith mawdu' juga beliau merupakan orang yang mutasahil (beringan2) dalam menghukum hadith dalam kitab ini.
Beliau juga telah membawa hadith-hadith shohih serta dhoif ke tahap mawdu'".

Berkata al-Hafiz Ibn Hajar al-'asqolani : " Tasahul (sifat meringan-ringan dlm meletak hukum) ia juga tasahulnya al-Hakim menyebabkan ,menghilangkan manfaat dari kitab mereka berdua"( Muqaddimah al-Maqasid al-Hasanah, Al-Hafiz as-Sakhawi, oleh pentahqiq kitab).

Sehinggakan menurut ahli Hadith, Ibn Jawzi telah meletakkan hadith-hadith yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dan Muslim di dalam kitab Mawdu'aat oleh beliau.

2. Al-Laalik al-Masnu'ah fi al-ahadith al-Mawdu'ah, Al-Hafiz Jalaluddin al-Suyuti (911 H). Mengandungi banyak kandungan kitab al-Mawdu'at Ibn al-Jawzi serta tambahan2, juga membawakan kandungan dr Tarikh Ibn 'asakir, Ibn al-Najjar, Musnad Firdaus, al-Dailami, dll. Ia telah berperanan juga sebg pentahqiq tasahul Ibn Jawzi.

3. Tanzih as-Syari'ah al-Marfu'ah 'an al-akhbar as-Syani'ah al-Mawdu'ah, Al-Allamah al-Muhaddith Muhd Bin 'Iraq al-Kanani al-Syafie (963 H). Dianggap sbg kitab yang terlengkap, menggabungkan Ibn Jawzi dan al-Suyuti serta disusun menurut tertib keduanya. Ia juga dianggap sbg khulasah terhadap semua kitab mawdu'at, berserta tahqiq ilmi dan kajian yang lengkap. Dita'liq oleh Al-allamah al-Muhaddith Abdullah bin Muhd al-Ghumari bersama beberapa rakan2nya.

4. Al-Fawaid al-Majmu'ah, Abu Abdullah Muhd al-Syami al-Solihi (942 H).

5. Al-Habbat al-sunniat fi al-ahadith al-mawdu'at, al-Muhaddith Ali bin Sultan al-Qari (1014 H).

6. Al-Fawaid al-Majmu'ah, Al-Imam al-Qadhi Muhd bin Ali as-Syawkani (1250 H). Bagaimanapun terdapat dalamnya hadith2 shohih dan hasan. Beliau dianggap mutasyaddidin dalam hal mawdu'aat. Demikian dimaklumkan oleh Abd al-Hayy al-Laknowiyy.

7. Al-athar al-Marfu'ah fi al-ahadith al-Mawdu'ah, Abu al-Hasanat Abd al-Hayy al-Laknowiyy al-Hindi (1304 H).

8. Dhoif al-Jami' al-Shogir wa ziadatihi (al-Fath al-Kabir), dan juga Silsilah al-ahadith ad-dhoifah, Al-Allamah al-Muhaddith Muhd Nasiruddin al-Albani. Cetakan al-maktab al-Islami. Mengumpulkan lebih 30 kitab dari pelbagai ulama' mutaqaddimin dan mutakhirin.
Bagaimanapun kitab ini dan kitab-kitab tulisan al-Albani mendapat kritikan hebat dari Hasan Saqqaf.

Sebenarnya terdapat banyak lagi kitab-kitab yang ditulis dlm mendedahkan perihal kedhoifan dan mawdu' hadith, bagaimanapun cukuplah sekdr menyebut yang lebih kerap menjadi rujukan ilmiah, iaitu sebagaimana yang termaktub di atas.

Adalah baik juga kiranya disebutnya beberapa buah kitab yang mashyur tetapi sebenarnya mengandungi banyak hadith-hadith mawdu' dari sumber israiliyyat. Ianya seperti berikut :

1. Kitab-kitab karangan al-Waqidi, spt Futuh as-Syam serta lainnya.
2. Tanwir al-Miqbas, Tafsir Ibn Abbas, diriwayatkan dari sumber yang tidak dipercayai dan pembohong iaitu al-Kalabi dan As-Suddi dan al-Muqatil.
Demikian menurut Al-Imam as-Suyuti.
3. Qisosul al-Anbiak, al-Tha'labi.
4. Nuzhat al-Majalis, al-Sofuri
5. Ar-Rawd al-Faiq fi al-Mawaidz wa al-Raqaiq, Al-Harrifisyh. SBagaimana dimaklumkan oleh al-Bairuti. Dan lain-lain.
Sebagai akhirnya, disebutkan di sini beberapa kitab-kitab utama dalam 'ulum al-Hadith dan yang berkaitan dengannya :-

1. 'Ulum al-Hadith Muqaddimah Ibn Solah, al-Hafiz Ibn Solah (643 H).
2. Al-Ba'ith al-Hathith Syarh Ikhtisor 'ulum al-Hadith Ibn Kathir, al-Syeikh Ahmad Muhammad Syakir
3. Alfiyatul Hadith, Al-Hafiz al-'iraqi (860 H).
4. Al-Iqtirah, Al-Hafiz Ibn Daqiq al-'aid.
5. Al-Muqni', Ibn Mulaqqin.
6. Al-Nukat 'ala kitab Ibn Solah, Al-Hafiz Ibn Hajar (852 H)
7. Al-Tabshiroh wa al-Tazkirah, al-Hafiz al-Iraqi (860 H)
8. An-Nasikh wa al-Mansukh fi al-ahadith, Ibn Shahin (385 H).
9. An-Nihayah fi gharib al-Hadith wa al-athar, Al-Hafiz Ibn al-Athir (606 H).
10. As-Sunnah wa makanatuha fi at-Tasri' al-Islami, Dr Mustofa as-Siba'ie.
11. At-Tamhid fi 'ulum al-Hadith, Dr. Hammam Said.
12. At-Taqyid wa al-Idoh, Al-Hafiz al-Iraqi (860 H)
13. Fath al-Bari Syarh Shohih al-Bukhari, Al-Hafiz Ibn Hajar al-'asqolani.
14. Fath al-Mughis, Al-Hafiz as-Sakhawi (902 H).
15. Ikhtilaf al-Hadith, Al-Imam As-Syafie (204 H).
16. Ma'rifah 'Ulum al-Hadith, Muhd Bin Abdullah al-Hakim
17. Ma'rifat al-Sunan wa al-Athar, al-Imam al-Baihaqi al-Syafie (458 H)
18. Musykil al-Hadith wa bayanuh, Ibn Furak (406 H)
19. Nasbu al-Rayah, Al-Hafiz al-Zaila'ie (762 H)
20. Qawaid al-Tahdith min funun Mustolah al-Hadith, Al-Allamah Jamaluddin al-Qosimi (1332 H)
21. Syarh ma'ani al-Athar, al-Imam at-Tohawi al-Hanafi (321 H)
22. Syarh Nuhbatul al-Fikr Al-Hafiz Ibn Hajar al-'asqolani, Imam Ali Al-Qari (1014 H).
23. Syurut al-Aimmah al-Sittah, al-Hafiz Al-Maqdisi.
24. Tadrib al-Rawi, Al-Imam As-Suyuti (911 H).
25. Talkhis al-Khabir, al-Hafiz Ibn Hajar al-'Asqolani (852 H).
26. Tarikh at-Turath al-'arabi, Fuad Sazkin.
27. Tawjih al-Nazr Ila Usul al-Athar, Al-Jazairi ( 1332 H)
28. Zad al-Ma'ad, Al-Imam Ibn Al-Qayyim al-Hanbali (751 H).
Alhamdulillah, begitulah serba sedikit maklumat yang dapat didedahkan melalui penulisan ini, semoga ianya dapat memberikan manfaat kepada peminta ilmu-ilmu hadith serta para penuntut ilmu, terutamanya di peringkat permulaan dan pertengahan. Penulisan ini sudah tentunya tidak melengkapi sebahagian besar keperluan para pencinta ilmu hadith tetapi cukuplah bagi membuka ruang pertama dalam mengharungi ilmu Hadith yang cukup luas.

Sekiranaya ianya bertepatan dengan kebenaran maka datangnya dari Allah dan kiranya tersilap ianya dari kelemahan diri dan gangguan Syaitan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar