Kamis, 02 Mei 2013

Ki Hajar Dewantara


Ki Hajar Dewantara dan lagu perjuangan kaum buruh sedunia



 

Peringatan Hari Buruh Internasional dan Hari Pendidikan Nasional, yang cuma selisih sehari, 1 Mei dan 2 Mei, barangkali bukan kebetulan. Sebab, Bapak Pendidikan Nasional, Ki Hajar Dewantara, memiliki keterkaitan erat dengan perjuangan kaum buruh sedunia.
Pria bernama asli Raden Mas Soewardi Soerjaningrat itu adalah yang menerjemahkan syair Internationale, lagu perjuangan kaum buruh (kiri) internasional, dari Bahasa Belanda ke Bahasa Indonesia. Syair lagu itu sejatinya ditulis dalam Bahasa Prancis (L'Internationale) oleh Eugène Pottier pada tahun 1871. Lagu itu kemudian digubah oleh Pierre Degeyter pada tahun 1888.
Ki Hajar memang baru lahir setahun setelah lagu itu digubah, yakni 2 Mei 1889. Namun kedekatan tanggal lahir Ki Hajar, yang kemudian dijadikan Hari Pendidikan Nasional, dengan May Day (1 Mei), seakan menyiratkan bahwa pendidikan dan perjuangan buruh mempunyai musuh yang sama: imperialisme dan kapitalisme!
Lewat saduran Ki Hajar itu, lagu Internationale mulai dikenal luas di Indonesia pada 1920-an. Lagu tersebut kemudian dipopulerkan pimpinan Partai Komunis Indonesia (PKI) selama tahun 1951-1965.
Internasionale
Bangunlah kaum jang terhina,
Bangunlah kaum jang lapar.
Kehendak jang mulja dalam dunia.
Senantiasa tambah besar.
Lenjapkan adat dan faham tua
kita Rakjat sadar-sadar.
Dunia sudah berganti rupa
Untuk kemenangan kita.

Perdjoangan penghabisan,
Kumpullah melawan.
Dan Internasionale
Pastilah di dunia.
Melihat saduran Ki Hajar di atas, tampak dia berupaya menyusun agar syair dalam bahasa Indonesia tetap memiliki rima. Hal ini sangat tampak pada bait pertama. Rima 'ar' dan 'a' disusun saling berbalasan: 'lapar', 'dunia', 'besar', 'tua' dan 'sadar'.
Namun di balik estetika syair saduran ini, banyak yang mempertanyakan maknanya. Seperti syair 'Kehendak jang mulja dalam dunia. Senantiasa tambah besar' dianggap tidak jelas maksudnya.
Oleh komunis internasional, bahkan terjemahan syair-syair oleh sejumlah negara, termasuk Indonesia, dianggap telah menghilangkan roh proletariat, sehingga CC PKI saat itu mendapat kritik keras.
Barangkali karena kehancuran komunis pula kritik penyaduran lagu itu tidak pernah dipersoalkan lagi. Tetap saja Internationale versi saduran Ki Hajar yang dipakai oleh kaum buruh dalam setiap peringatan May Day. Lagu yang sama yang dinyanyikan Amir Sjarifuddin beserta 10 tokoh revolusi gagal Madiun 1948, sesaat sebelum dieksekusi mati.
(Dari berbagai sumber)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar